Rabu, 26 Desember 2007

S E J A R A H


SEJARAH KARANTINA DI INDONESIA

Sejarah Karantina Pertanian di Indonesia diawali dengan adanya penyebaran penyakit karat daun kopi yang disebabkan oleh Hemileila vastatrix di Srilangka. Pada saat itu Indonesia masih dalam penjajahan kolonial Hindia Belanda. Pemerintah kolonial menyadari bahwa pada saat itu perkebunan kopi di Indonesia merupakan sumber utama pendapatan. Selain itu pemerintah kolonial juga menyadari adanya ancaman penyakit karat daun kopi sehingga perlu upaya pencegahan terhadap penyebaran penyakit tersebut di Indonesia. Dengan adanya ancaman penyakit karat daun kopi maka lahirlah Ordonansi pertama di pemerintah kolonial tentang karantina tumbuhan yaitu Ordonansi 19 Desember 1877 (Staatsblad No. 262) yang mengatur tentang pelarangan pemasukan tanaman dan biji kopi dari Srilanka.
Beberapa waktu setelah terbitnya Ordonansi pertama, terbit Ordonansi baru yaitu Ordonansi 28 Januari 1914 (Staatsblad No.161) yang mengatur tentang pengawasan terhadap pemasukan buah-buahan segar dari Australia yang dilakukan oleh seorang ahli. Pada saat yang bersamaan dapat diketahui bahwa di daerah bagian barat Ausatralia sedang terjangkit hama lalat buah (Mediteranean Fruitfly) atau dikenal dengan nama latin Ceratitis capitata. Dari ordonansi inilah dibentuk organisasi penyelenggaraan kegiatan perkarantinaan secara konstitusi bernama Instituut voor Platenziekten en Cultures (Balai Penyelidikan Penyakit Tanaman dan Budidaya).
Akan tetapi sejak tahun 1939 organisasi karantina yang melaksanakan operasional karantina tumbuhan mengalami perkembangan dan perubahan. Pada tahun tersebut telah ditetapkan Dinas Karantina Tumbuh-tumbuhan (Plantequarantine Dienst) yang menjadi salah satu Seksi dari Balai Penyelidikan Hama dan Penyakit Tanaman (Instituut voor Plantenziekten). Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian tahun 1957 Dinas Karantina Tumbuh-tumbuhan ditingkatkan statusnya dari status Seksi menjadi status Bagian. Tahun 1961 Balai Penyelidikan Hama dan Penyakit Tanaman (BPHT) diganti nama menjadi LPHT (Lembaga Penelitian Hama dan Penyakit Tanaman). Pada tahun 1969 organisasi karantina ditingkatkan statusnya menjadi Eselon II dan diubah lagi menjadi Direktorat Karantina Tumbuh-tumbuhan yang secara operasional berada di bawah Menteri Pertanian namun secara administrasi berada di bawah Sekretaris Jenderal.
Sebagai kelanjutan kegiatan perkarantinaan pasca kemerdekaan, pemerintah menetapkan Undang-undang No. 2 Tahun 1961 tanggal 17 Februari 1961 (Lembaran Negara Nomor. 9/1961) serta Peraturan Pelaksanaan Nomor. 6/PMP/1961 dan Nomor. 7/PMP/1961 yang ditunjukkan kepada Direktur Lembaga Pengawetan Alam, Kebun Raya Bogor. Adapun pelaksanaannnya dilakukan oleh senior karantina tumbuhan sebelum era TC Inspektur Karantina Tumbuhan Ciawi Bogor. Perkembangan organisasi karantina selanjutnya adalah dengan ditetapkannnya Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor. 178/Kpts/Org/4/1973 tahun 1973 tentang pemberian kewenangan dari Jawatan Pertanian Rakyat kepada Direktorat Karantina Tumbuh-tumbuhan.
Pada tahun 1974 organisasi karantina diintegrasikan dalam suatu wadah Pusat Karantina Pertanian di bawah pengawasan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Seiring dengan perkembangan era Orde Baru, organisasi Direktorat Karantina Tumbuhan diubah menjadi Pusat Karantina Pertanian dengan dibentuk cabang Karantina Tumbuhan di seluruh Indonesia dengan status non struktural. Perubahan organisasi karantina ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.453/Kpts/Um/Org/6/1980 tahun 1980. Selain itu pada tahun 1980 juga telah terbit Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor. 861/Kpts/OT-210/12/1980 tanggal 21 Desember 1980 yang selanjutnya dikembangkan rentang kendali manajemen secara meluas.
Pusat Karantina Pertanian memiliki 5 Balai (Eselon III), 14 Stasiun (Eselon IV) dan 38 Pos (Eselon V) serta 105 Wilayah Kerja (non struktural) yang tersebar di seluruh Indonesia. Pada tahun tahun 1983 unsur Pusat Karantina Pertanian yang terdiri atas karantina tumbuhan dan hewan diintegrasikan. Selain itu status sebelumnya di bawah pengawasan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dialihkan kembali ke Sekretaris Jenderal dengan pembinaan operasional secara langsung di bawah Menteri Pertanian.
Tahun 2001 dapat dianggap sebagai tahun tonggak sejarah bagi perkembangan organisasi karantina pertanian Indonesia. Di tahun-tahun sebelumnya dapat diketahui bahwa perkembangan organisasi karantina melalui perjalanan yang panjang, berliku dan melewati pasang surut. Berdasarkan Keppres Nomor. 58 tahun 2001 Karantina Pertanian telah berkembang menjadi Unit Eselon I di lingkungan Departemen Pertanian.

SEJARAH PERKEMBANGAN BALAI KARANTINA TUMBUHAN KELAS I TANJUNG EMAS

Penyelenggaraan kegiatan karantina tumbuhan di wilayah Semarang (Stasiun Karantina Pertanian Semarang) sudah dimulai sejak pemerintahan kolonial Hindia Belanda, yaitu dengan ditetapkannya pelabuhan Semarang sebagai salah satu dari 10 tempat pelabuhan pemasukan impor dan ekspor biji-bijian, buah-buahan, tanaman hidup dan bagian-bagian tanaman hidup berdasarkan Ordonansi 15 Februari 1922 (Staatsblad 84) jo. Ordonansi 27 September 1926 (Staatsblad 427) serta Besluit Sekertaris Negara untuk Pertanian dan Perikanan Nomor : 365/HAD/LV tanggal 12 April 1948 dengan menunjuk pejabat-pejabat ahli dari Jawatan Pertanian Rakyat untuk melakukan pemeriksaan, perlakuan pemusnahan serta kegiatan operasional karantina lainnya.
Dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 453/Kpts/Um/Org/6/1980 Organisasi Direktorat Karantina Tumbuhan diubah menjadi Pusat Karantina Tumbuhan dan dibentuk cabang Karantina Tumbuhan (non struktural) di seluruh Indonesia termasuk di Semarang. Namun pada tahun tersebut telah terbit juga Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor. 861/Kpts/OT-210/12/12/1980 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Karantina Pertanian sehingga status cabang karantina Semarang berubah menjadi Stasiun Karantina Pertanian Semarang sebagai organisasi struktural eselon IV A. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor. 499/Kpts/OT-210/8/2002 tanggal 21 Agustus 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai dan Stasiun Karantina Hewan dan Tumbuhan, maka organisasi karantina berubah menjadi Stasiun Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas.
Perkembangan terbaru organisasi karantina adalah dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor. 547/Kpts/OT.140/9/2004 tanggal 22 September 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai dan Stasiun Karantina Hewan dan Tumbuhan, maka statusnya meningkat menjadi Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas dengan struktural eselon III A. Seiring dengan perkembangan eselonering, maka terjadi penambahan 3 eselon IV yakni Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Pelayanan Teknis dan Seksi Informasi dan Dokumentasi dengan wilayah kerja tidak berubah yang meliputi Wilker Tanjung Emas, Wilker Bandara Achmad Yani, Wilker Kantor Pos Semarang, Wilker Pelabuhan Tegal dan Wilker Pelabuhan Pekalongan serta tempat-tempat pemasukan/pengeluaran lainnya di Propinsi Jawa Tengah selain wilayah kerja Stasiun Karantina Tumbuhan Kelas II Adisucipto Yogyakarta dan Stasiun Karantina Tumbuhan Kelas II Cilacap.



GAMBARAN UMUM

Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas merupakan Unit Pelaksana Teknis dari Badan Karantina Pertanian yang berada di bawah dan langsung bertanggung jawab kepada Kepala Badan Karantina Pertanian, Departemen Pertanian. Dengan kedudukan sebagai unit organisasi dengan struktur eselon III A, Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas Tanjung Emas mempunyai tugas pokok yaitu melaksanakan kegiatan operasional perkarantinaaan tumbuhan, tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan dalam mencegah masuk dan tersebarnya organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) dari luar negeri dan antar area di dalam negeri serta keluar dan tersebarnya OPT tertentu yang dipersyaratkan negara tujuan.
Dalam pelaksanaan kegiatan operasional ekspor dan impor rata-rata kegiatan operasional karantina tumbuhan per tahun dalam 5 tahun terakhir ini, berdasarkan frekuensi adalah 4576 kali yang terdiri frekuensi impor rata-rata 2730 dan ekspor 1846. Sedangkan rata-rata volume kegiatan selama 5 tahun terakhir ini adalah 674.720 ton yang terdiri volume impor 570.557 ton dan ekspor 104.163 ton. Sedangkan untuk kegiatan operasional karantina tumbuhan antar area relatif sedikit, hanya untuk 2 tahun terakhir ini kegiatan meningkat menjadi rata-rata 1500 kali dengan volume 11.214 ton.
Dari kegiatan operasional yang ada, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dengan tarif yang telah disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor. 7/2004 jo. Peraturan Pemerintah 49/2002, maka sejak 3 tahun terakhir dapat diketahui bahwa rata-rata PNBP yang diperoleh Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas per tahun sebesar Rp. 799.912.009,-.

O R G A N I S A S I
KELEMBAGAAN
Berdasarkan perkembangan awal kelembagaan karantina tumbuhan di Semarang dapat diketahui bahwa s/d tahun 1981 organisasi karantina tumbuhan di Semarang bernama Kantor Cabang Direktorat Karantina Tumbuhan. Selanjutnya pada tahun 1981 s/d tahun 1995 organisasi karantina tumbuhan di Semarang diubah menjadi Stasiun Karantina Pertanian Pelabuhan Laut Semarang. Perkembangan selanjutnya adalah pada tahun 1995 s/d tahun 2002 organisasi karantina tumbuhan di Semarang diubah menjadi Stasiun Karantina Tumbuhan. Selanjutnya pada tahun 2002 s/d 2004 organisasi karantina tumbuhan di Semarang diubah menjadi Stasiun Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas. Pada tahun 2004 Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas Semarang ditetapkan sebagai salah satu organisasi Unit Pelaksana Teknis Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian. Adapun susunan organisasi Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas adalah sebagai berikut :
a. Kepala Satuan Kerja Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas
b. Kepala Sub Bagian Tata Usaha
c. Seksi-seksi :
1. Pelayanan Teknis (Ka Sie Yantek)
2. Informasi dan Dokumentasi (Ka Sie Infodok)
d. Jabatan Fungsional POPT (Koordinator dan Pejabat POPT)
SUMBER DAYA MANUSIA
Untuk dapat memberikan pelayanan secara optimal maka diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang mempunyai kompetensi pada bidangnya masing-masing serta berpengalaman dan ahli di bidang pelayanan yang akan ditangani. Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas memiliki sumber daya manusia sejumlah 46 orang yang terdiri dari 36 orang PNS dan 10 orang Honorer. Dan 3 orang dari 10 orang honorer telah lulus ujian penerimaan PNS pada awal tahun 2006. Berdasarkan tingkat pendidikannya dapat diketahui bahwa jumlah PNS Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas adalah sebagai berikut :
No
TINGKAT PENDIDIKAN
JUMLAH
PROSENTASE (%)
1
2
3
4
5
Strata 2
Strata 1
Diploma 3
Diploma 2
SLTA
2 orang
21 orang
1 orang
3 orang
9 orang
5,56
58,33
2,78
8,33
25,00
Jumlah
36 orang
100

Adapun struktur Organisasi Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas adalah :



VISI DAN MISI

VISI :
Mewujudkan Karantina Tumbuhan yang Modern dan Terpercaya pada Tahun 2009
Ø Modern :
1. Tangguh : mampu melaksanakan tindakan karantina tumbuhan bagi kepentingan negara Republik Indonesia.
2. Profesionalisme : pelaksanaan dengan pembuktian ilmiah, sederhana dan adil
Ø Terpercaya : jelas, aman, transparan, efisien, ekonomis, adil dan tepat waktu


MISI :
1. Melaksanakan perkarantinaan tumbuhan dengan pelayanan prima (transparansi dan akuntabilitas)
2. Memberikan jaminan kualitas terhadap komoditas pertanian ekspor di pasar internasional (quality anssurance)
3. Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan karantina (quarantine minded)
4. Menyelenggarakan tertib administrasi dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (good governance dan good government)


STANDAR DAN PROSEDUR TEKNIS
PELAYANAN SERTIFIKASI KESEHATAN
KOMODITAS PERTANIAN
UNTUK EKSPOR, IMPOR DAN ANTAR AREA



PENDAHULUAN

Penetapan Standar dan Prosedur Teknis Pelayanan Sertifikasi Kesehatan Komoditas Pertanian untuk Ekspor dan Impor bertujuan untuk memberikan pedoman bagi para petugas Karantina Tumbuhan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya serta dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat penguna jasa karantina.
Di samping itu juga dimaksudkan untuk memberikan informasi yang jelas kepada para Eksportir dan Importir komoditas pertanian tentang prosedur penerbitan Phytosanitary Certificate dan Sertifikat Pelepasan Karantina Tumbuhan Luar Negeri sesuai ketentuan dan syarat-syarat perkarantinaan.
Berikut ini merupakan beberapa istilah baku yang dimuat di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan :
1. Tumbuhan adalah semua jenis sumber daya alam nabati dalam keadaan hidup atau mati, baik belum diolah maupun telah diolah;
2. Karantina Tumbuhan adalah tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya Organisme Pengganggu Tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu Area ke Area lain di dalam negeri atau keluarnya dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia;
3. Instalasi Karantina Tumbuhan yang selanjutnya disebut Instalasi Karantina adalah tempat beserta segala sarana yang ada padanya yang digunakan untuk melaksanakan tindakan Karantina Tumbuhan;
4. Organisme Pengganggu Tumbuhan adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan;
5. Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina adalah semua Organisme Pengganggu Tumbuhan yang ditetapkan oleh Menteri untuk dicegah masuknya ke dalam dan tersebarnya di dalam Wilayah Negara Republik Indonesia;
6. Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina Golongan I adalah semua Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina yang tidak dapat dibebaskan dari Media Pembawanya dengan cara perlakuan;
7. Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina Golongan II adalah semua Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina yang dapat dibebaskan dari Media Pembawanya dengan cara perlakuan;
8. Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina Penting adalah semua Organisme Pengganggu Tumbuhan selain Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina, yang keberadaannya pada benih tanaman yang dilalulintaskan dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan secara ekonomis terhadap tujuan penggunaan benih tanaman tersebut dan ditetapkan oleh Menteri untuk dikenai Tindakan Karantina;
9. Media Pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan yang selanjutnya disebut Media Pembawa adalah tanaman dan bagian-bagiannya dan/atau benda lain yang dapat membawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina;
10. Analisa Resiko Organisme Pengganggu Tumbuhan adalah proses untuk menetapkan bahwa suatu Organisme Pengganggu Tumbuhan merupakan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina atau Organisme Pengganggu Tumbuhan Penting, serta syarat-syarat dan tindakan Karantina Tumbuhan yang sesuai untuk mencegah masuk dan tersebarnya Organisme Pengganggu Tumbuhan tersebut;
11. Alat Angkut Media Pembawa adalah semua alat transportasi darat, air, maupun udara yang dipergunakan untuk melalulintaskan Media Pembawa;
12. Pemilik Media Pembawa yang selanjutnya disebut pemilik adalah orang atau badan hukum yang memiliki Media Pembawa dan/atau yang bertanggung jawab atas pemasukan pengeluaran atau transit Media Pembawa;
13. Penanggung jawab alat angkut adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas kedatangan keberangkatan atau transit alat angkut;
14. Transit Media Pembawa, peralatan dan pembungkus adalah singgah sementara dan diturunkannya dari alat angkut Media Pembawa, peralatan atau pembungkus di dalam wilayah Negara Republik Indonesia sebelum Media Pembawa, peralatan atau pembungkus tersebut sampai ke negara atau Area tujuan;
15. Transit Alat Angkut adalah singgah sementara alat angkut di dalam wilayah Negara Republik Indonesia atau suatu area di dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Sebelum alat angkut tersebut sampai ke negara atau Area tujuan;
16. Sertifikat Kesehatan Tumbuhan adalah surat keterangan yang dibuat oleh pejabat yang berwenang di negara atau Area asal/pengirim/transit yang menyatakan bahwa tumbuhan atau bagian-bagian tumbuhan yang tercantum di dalamnya bebas dari Organisme Pengganggu Tumbuhan, Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina, Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina Golongan I, Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina Golongan II, dan/atau Organisme Pengganggu Tumbuhan Penting serta telah memenuhi persyaratan Karantina Tumbuhan yang ditetapkan dan/atau menyatakan keterangan lain yang diperlukan;
17. Wabah atau Eksplosi adalah serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan yang sifatnya mendadak, populasinya berkembang sangat cepat dan menyebar luas dengan cepat;
18. Negara atau Area asal yang mempunyai resiko tinggi adalah Negara atau Area asal yang mempunyai potensi kuat sebagai tempat yang menjadi sumber penyebaran Organisme Pengganggu Tumbuhan;
19. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang Karantina Tumbuhan.

DASAR HUKUM


Pelaksanaan karantina tumbuhan berdasarkan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah serta peraturan pelaksana lainnya, sebagaimana yang tersebut di bawah ini.

1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan
3. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 57/Kpts-II/1990 tentang Benih Tanaman Hutan
4. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 768/Kpts-II/1991 tentang Tata Cara Pemasukan atau Pengeluaran Benih Tanaman Hutan ke dan dari Wilayah Republik Indonesia
5. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 752/Kpts/LB.120/1993 tentang Izin Pemasukan Serangga Necchetina, Bruchi sp. untuk penelitian Pengendalian Hayati Gulma Eceng Gondok
6. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 610/Kpts/TP.630/1997 tentang Peredaran Benih Jeruk
7. Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 558/Kpts-II/1998 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Benih Tanaman Perkebunan ke dalam atau ke luar Wilayah Republik Indonesia
8. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 469/Kpts/HK.310/8/2001 tentang Perubahan Lampiran III Keputusan Menteri Pertanian Nomor 38/Kpts/HK.310/1/1990 tentang Syarat-Syarat dan Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Tanaman dan Bibit Tanaman ke dalam Wilayah Republik Indonesia dan terakhir di ubah dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 211/Kpts/HK.310/4/2001
9. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 627/Kpts/PD.540/12/2003 tentang Jenis-jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina Golongan I, Golongan II dan Media Pembawa


KETENTUAN POKOK KOMODITAS PERTANIAN EKSPOR

1. Kewenangan penerbitan Phytosanitary Certificate (PC) dari pemerintah Indonesia didelegasikan kepada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian, yaitu Balai/Stasiun Karantina Tumbuhan di tempat-tempat pengeluaran komoditas ekspor yang bersangkutan;
2. Balai/Stasiun Karantina Tumbuhan akan menerbitkan Phytosanitary Certificate (PC) hanya berdasarkan ketentuan/permintaan negara tujuan dan dengan memperhatikan peraturah perundang-undangan Instansi Perlindungan Tanaman/Karantina Negara tujuan;
3. Hanya petugas Karantina Tumbuhan yang telah ditunjuk yang dapat menandatangani Phytosanitary Certificate (PC);
4. Phytosanitary Certificate (PC) yang berlaku sah adalah yang diterbitkan oleh Instansi Pemerintah (Balai/Stasiun Karantina Tumbuhan). Model dan format PC ditentukan oleh IPPC serta ditetapkan pemberlakuannya oleh Pemerintah Indonesia. Phytosanitary Certificate (PC) yang dikeluarkan oleh instansi lain, terlebih-lebih yang dikeluarkan oleh badan/organisasi swasta tidak akan diakui oleh instansi Karantina Tumbuhan di negara tujuan;
5. Tidak ada ketentuan yang mengharuskan Phytosanitary Certificate dilampiri dengan sertifikat apapun. Sertifikat yang dikeluarkan oleh Instansi/Organisasi/Badan lain tentang mutu, riwayat pertanaman asal komoditas, hama dan penyakit tertentu hanya dapat digunakan sebagai referensi pemeriksaan kesehatan tanaman untuk penerbitan Phytosanitary Certificate;
6. Keterangan tambahan (additional declarations) pada PC hanya dapat dicantumkan atas permintaan negara tujuan dan berdasarkan fakta hasil pemeriksaan Petugas Karantina Tumbuhan terhadap komoditas ekspor yang bersangkutan;

7. Penolakan penerbitan Phytosanitary Certificate dilakukan berdasarkan beberapa sebab:
Komoditas yang diekspor termasuk dalam daftar komoditas yang menurut ketentuan di negara tujuan dilarang masuk ke dalam negara yang bersangkutan.
Komoditas yang diekspor dikenakan ketentuan lain yang berlaku, seperti pengeluarannya memerlukan ijin dari Menteri Pertanian, terkena ketentuan CITES, dan sebagainya.
Komoditas ekspor yang bersangkutan mengandung/membawa OPT yang dicegah pemasukan/penyebarannya di negara tujuan, terkecuali OPT yang bersangkutan dapat dieliminasi (diberantas) dengan memberikan perlakuan terhadap komoditas dimaksud terlebih dahulu.
Komoditas bukan berasal dari Indonesia dan/atau tidak dikeluarkan melalui pintu keluar (pelabuhan, bandara, kantor pos) dari Indonesia.
Komoditas ekspor telah dikeluarkan dari wilayah negara Indonesia (dalam pengertian telah dinaikkan ke alat angkut dan telah berangkat), terlebih-lebih telah sampai ke negara tujuan. Pengecualian dapat dilakukan apabila Petugas Karantina Tumbuhan dapat dan diijinkan oleh negara tujuan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan komoditas yang bersangkutan di pelabuhan tujuan.
8. Pada prinsipnya atas permintaan pemakai jasa, terhadap semua komoditas ekspor dapat diberikan Phytosanitary Certificate. Dalam hal negara tujuan mensyaratkan kondisi tertentu yang tidak berkaitan dengan OPT, Eksportir wajib memperoleh rekomendasi dari lembaga yang telah diakui secara internasional.
9. Pencantuman keterangan tentang disinfestation and/or disinfection treatment hanya dapat dilakukan apabila pelaksanaari perlakuan (disinfestation) terhadap komoditas yang bersangkutan diawasi oleh Petugas Karantina, atau perusahaan pelaksana perlakuan /disinfestation telah diakreditasi dan telah memperoleh sertifikat mutu.


KETENTUAN POKOK KOMODITAS PERTANIAN IMPOR

1. Pemasukan Tumbuh-tumbuhan dan bagian-bagiannya kecuali media pembawa yang tergolong benda lain dari negara asal dan negara transit ke wilayah Republik Indonesia wajib dilengkapi dengan Phytosanitary Certificate (PC) dari negara asal atau negara transit;
2. Pemasukan dilakukan melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan
3. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina tumbuhan ditempat-tempat pemasukan untuk keperluan tindakan Karantina Tumbuhan.
4. Phytosanitary Certificate (PC) yang berlaku sah adalah yang diterbitkan oleh Instansi Pemerintah dari negara yang bersangkutan. Model dan format PC ditentukan oleh IPPC. Phytosanitary Certificate (PC) yang dikeluarkan oleh pihak lain, terlebih-lebih yang dikeluarkan oleh badan/organisasi swasta tidak akan diakui oleh Karantina Tumbuhan Indonesia;
5. Tidak ada ketentuan yang mengharuskan Phytosanitary Certificate dilampiri dengan sertifikat apapun. Sertifikat yang dikeluarkan oleh Instansi/Organisasi/Badan tentang mutu, riwayat pertanaman asal komoditas, hama dan penyakit tertentu hanya dapat digunakan sebagai referensi pemeriksaan kesehatan tanaman;
6. Penolakan Pemasukan Komoditas Pertanian Impor dilakukan berdasarkan beberapa sebab:
a. Komoditas yang diimpor termasuk dalam daftar komoditas yang menurut ketentuan dilarang masuk kedalam wilayah negara Republik Indonesia.
b. Komoditas yang diimpor dikenakan ketentuan lain yang berlaku, seperti pemasukannya memerlukan ijin dari Menteri Pertanian.
c. Komoditas impor yang bersangkutan mengandung/membawa OPT yang dicegah pemasukan/penyebarannya di negara Republik Indonesia, terkecuali OPT yang bersangkutan dapat dieliminasi (diberantas) dengan memberikan perlakuan terhadap komoditas dimaksud terlebih dahulu.

KETENTUAN POKOK KOMODITAS PERTANIAN ANTAR AREA

Pada prinsipnya kentuan-ketentuan pokok karantina untuk komoditas pertanian antar area, baik antar area keluar maupun antar area masuk, sama dengan ketentuan karantina untuk komoditas ekspor maupun impor. Ketentuan dan prosedur Karantina Antar Area Keluar sama dengan ketentuan Karantina Ekspor. Sedangkan ketentuan dan prosedur Karantina Antar Area Masuk sama dengan Karantina Impor. Perbedaan hanya terletak pada sertifikasi. Tindakan akhir untuk antar area keluar adalah terbitnya sertifikat KT-5, sedangkan tindakan akhir untuk ekspor adalah keluar KT-3. Dan tindakan akhir karantina untuk antar area masuk adalah terbitnya KT-2, sedangkan untuk tindakan akhir impor adalah terbitnya KT-1.
A. Antar Area Keluar

Kewenangan penerbitan Sertifikat Kesehatan Tumbuhan Antar Area di Indonesia berada pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian, yaitu Balai/Stasiun Karantina Tumbuhan di tempat-tempat pengeluaran komoditas yang bersangkutan;
Hanya petugas Karantina Tumbuhan yang telah ditunjuk yang dapat menandatangani Sertifikat Kesehatan Tumbuhan;

3. Penolakan penerbitan Sertifikat Kesehatan Tumbuhan dilakukan berdasarkan beberapa sebab:
a. Komoditas yang diantar-areakan termasuk dalam daftar komoditas yang menurut ketentuan/peraturan termasuk dilarang keluar dari suatu area.
b. Komoditas yang diantar-areakan dikenakan ketentuan lain yang berlaku seperti harus ada memerlukan ijin dari instansi /Pejabat berwenang/Pemda setempat, dsb;
c. Komoditas yang diantar-areakan mengandung/membawa OPT/OPTK yang dicegah pengeluarannnya dari area tertentu, terkecuali OPT/OPTK tersebut dapat dieliminasii dengan memberikan perlakuan terhadap komoditas dimaksud terlebih dahulu.
B. Antar Area Masuk

1. Pemasukan Tumbuh-tumbuhan dan bagian-bagiannya kecuali media pembawa yang tergolong benda lain dari area asal di dalam wilayah Republik Indonesia wajib dilengkapi dengan Sertifikat Kesehatan Tumbuhan dari area asal.
2. Pemasukan dilakukan melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan
3. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina tumbuhan ditempat-tempat pemasukan untuk keperluan tindakan Karantina Tumbuhan.
4. Penolakan Pemasukan Komoditas Pertanian dilakukan berdasarkan beberapa sebab:
a. Komoditas yang masuk dari suatu area termasuk dalam daftar komoditas yang menurut ketentuan dilarang keluar dari ke suatu area di wilayah negara Republik Indonesia.
b. Komoditas yang masuk dari suatu area dikenakan ketentuan lain yang berlaku, seperti pemasukannya memerlukan ijin khusus dari pejabat berwenang.
c. Komoditas yang masuk dari suatu area mengandung/membawa OPTK yang dicegah pemasukan/penyebarannya di dalam wilayah negara Republik Indonesia, terkecuali OPTK tersebut dapat dieliminasi (diberantas) dengan memberikan perlakuan terhadap komoditas dimaksud terlebih dahulu.

APA YANG PERLU ANDA LAKUKAN

B. Eksportir dan Pelaku/Pengirim Antar Area Keluar

Setiap eksportir berhak memperoleh pelayanan yang baik dari Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas, demikian pula dengan hak untuk memperoleh informasi yang lengkap dan terpercaya.
Agar hak-hak tersebut diatas dapat terpenuhi, setiap eksportir yang memerlukan jasa karantina perlu :
Mengajukan permohonan pemeriksaan kesehatan komoditas yang diekspor/diantar areakan paling lambat 2 (dua) hari sebelum pengapalan/pengangkutan. Batas waktu ini diperlukan untuk memberi kesempatan yang cukup kepada Petugas untuk mengatur jadual, mempersiapkan metode dan peralatan yang digunakan, serta informasi tentang syarat-syarat karantina di negara tujuan komoditas.
Data yang disampaikan harus jelas, lengkap dan terpercaya. Hal ini untuk menghindari adanya koreksi pada Surat Kesehatan Tumbuhan (PC/SKTAA), dengan demikian dokumen tersebut akan berlihat bersih dan rapi (copy LC/BL/Daftar Muatan Kapal atau dokumen angkutan lainnya dapat dilampirkan).
Menyiapkan seluruh komoditas yang akan dikirim sedini mungkin. Perlu disadari bahwa ada kemungkinan barang tersebut perlu diberi perlakuan (dibebas-hamakan) terlebih dahulu, atau bahkan bisa ditolak sehingga perlu diganti dengan barang yang memenuhi persyaratan.
Sebelum Surat Kesehatan Tumbuhan diterbitkan/diserahkan, semua dokumen (asli) lain yang disyaratkan (misal Surat Ijin Pengeluaran dari Menteri Pertanian, CITES, Ijin dari Pejabat setempat) harus disampaikan kepada petugas.
Eksportir/pengirim Antar Area wajib membayar jasa karantina yang telah diterimanya sesuai tarif yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Biaya-biaya sebagai akibat keadaan tertentu (lokasi barang, waktu pemeriksaan, penggunaan bahan dan alat) juga dibebankan kepada pemilik.

C. Importir dan Pelaku/Pengirim Antar Area Masuk

Setiap Importir/Pengirim Antar Area Masuk berhak memperoleh pelayanan yang baik dari Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas, demikian pula dengan hak untuk memperoleh informasi yang lengkap dan terpercaya.
Agar hak-hak tersebut diatas dapat terpenuhi, setiap importir/pengirim yang memerlukan jasa karantina perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Bagi Media Pembawa yang dikenakan pengasingan dan pengamatan (untuk kegiatan impor), permohonan pemeriksaan kesehatan komoditas dilakukan paling lambat 5 hari sebelum komoditas tersebut tiba ditempat pemasukan. Batas waktu ini diperlukan untuk memberi kesempatan yang cukup kepada Petugas untuk mengatur jadual, mempersiapkan metode dan peralatan yang digunakan, serta informasi tentang persyaratan pemasukan komoditas yang dimaksud.

2. Media Pembawa yang tidak dikenakan pengasingan dan pengamatan (untuk kegiatan impor) untuk antar area masuk maupun impor, permohonan pemeriksaan kesehatan komoditas disampaikan paling lambat pada saat komoditas tersebut tiba ditempat pemasukan.
3. Data yang disampaikan harus jelas, lengkap dan terpercaya. Disarankan untuk melampirkan copy LC/BL atau dokumen angkutan lainnya sebagai bukti sahnya data yang disampaikan.
4. Importir/pengirim antar area masuk wajib membayar jasa karantina sesuai tarif yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Biaya-biaya sebagai akibat keadaan tertentu (lokasi barang, waktu pemeriksaan, penggunaan bahan dan alat) dibebankan kepada pemilik.


D. Petugas Karantina

Petugas Karantina dibagi dalam 2 (dua) kelompok tugas yang berhubungan langsung dengan Pemakai Jasa, yaitu Petugas Pelayanan Depan dan Tim Pemeriksa.

Petugas Pelayanan Depan (Counter}, bertugas:

1. Menerima, meneliti dan mencatat/merekam Permohonan Pemeriksaan Tumbuhan untuk ekspor dan impor (berikut dokumen lampiran yang disyaratkan).
2. Menyampaikan dengan segera syarat-syarat yang harus dilengkapi kepada Pemilik.
3. Meminta konfirmasi tentang lokasi dan waktu pemeriksaan kepada pemilik.
4. Meminta konfirmasi Tim Pemeriksa yang bertugas kepada Koordinator Fungsional.
5. Mencetak Surat Perintah Tugas Pemeriksaan Tumbuhan dan setelah ditandatangani oleh Kepala Balai didistribusikan kepada Tim Pemeriksa yang bertugas.

6. Menyerahkan Phytosanitary Certificate kepada Ekportir atau Pengurus yang ditunjuknya.

7. Menyerahkan Sertifikat Pelepasahan Karantina Tumbuhan Luar Negeri kepada Importir atau Pengurus yang ditunjuknya

Tim Pemeriksa

1. Mencari informasi tentang ketentuan dan syarat-syarat karantina negara tujuan, hasilnya segera disampaikan kepada penguna jasa untuk diketahui dan dipenuhi (Informasi tentang ketentuan dan syarat-syarat karantina tumbuhan di negara tujuan tersedia dalam 12 jilid buku kumpulan peraturan Perundang-undangan Karantina di seluruh Dunia).
2. Memberikan informasi tentang ketentuan dan syarat-syarat pemasukan komoditas impor ke dalam wilayah negara Republik Indonesia, hasilnya disampaikan kepada importir untu diketahui dan dipenuhi.

3. Penelitian ulang dokumen yang disyaratkan, apabila terdapat syarat yang belum terpenuhi segera disampaikan kepada pemilik.
4. Menetapkan OPT sasaran (target pest) yang sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
5. Melakukan pemeriksaan fisik terhadap komoditas yang bersangkutan.
6. Mengambil contoh OPT dan komoditas yang mengandung gejala serangan untuk diperiksa di laboratorium.
7. Melakukan pemeriksaan dilaboratorium untuk identifikasi OPT yang ditemukan.
8. Membuat Laporan Hasil Pemeriksaan berikut "saran" Tindakan Karantina yang akan dikenakan. Untuk kepentingan penentuan tarif jasa karantina, dalam laporan tersebut golongan tanaman komoditas yang bersangkutan harus disebutkan dengan jelas. Laporan harus segera direkam dalam sistem Karantina Tumbuhan Tanjung Emas (KARTUMAS).
9. Apabila tindakan pemeriksaan perlu ditindaklanjuti dengan tindakan karantina lainnya, Tim pemeriksa tetap bertanggungjawab atas pelaksanaannya.
10. Melaksanakan pencetakan Phytosanitary Certificate mengingat dokumen ini mempunyai nilai yang tinggi dan membawa misi bangsa dan negara, maka harus dikerjakan secara hati-hati dan cermat tetapi cepat (sangat dimungkinkan karena file telah tersedia di komputer).
Tugas-tugas para pelaksana tersebut di atas harus dapat diselesaikan dengan cermat, cepat dan tepat.

PROSEDUR DAN PETUNJUK PELAKSANAAN

A. Prosedur Pemeriksaan
Tanpa pengecualian, semua komoditas ekspor dan impor harus diperiksa kesehatannya oleh Petugas Karantina di lokasi penyimpanannya/penimbunannya.
1. Pemilik barang, paling lambat 2 (dua) hari sebelum komoditas ekspor dan impor diperiksa untuk dibawa ke luar negeri atau dimasukkan ke dalam wilayah Republik Indonesia, pemilik atau pengurus yang ditunjuknya sudah menyerahkan Laporan Pengeluaran atau pemasukan Media Pembawa Ekspor atau Impor (contoh form Laporan Pengeluaran atau Pemasukan Media Pembawa telah disediakan) kepada Petugas Pelayanan Depan Kantor Balai Karantina Tumbuhan Kelas 1 Tanjung Emas.
2. Pemilik barang, pada waktu menyerahkan Surat Permohonan, pemilik atau pengurus yang ditunjuknya diharap sudah menginformasikan perihal lokasi komoditas untuk diperiksa dan waktu kapan komoditas dapat dilakukan pemeriksaan. Nama dan lokasi pemeriksaan harus jelas, bila pemilik atau pengurus yang ditunjuknya tidak sempat menjemput dan mengantar petugas, informasi tentang cara mencapai lokasi perlu disampaikan.
3. Petugas Pelayanan Depan, menerima Surat Permohonan dan merekam semua data ke komputer, mencatat semua informasi tambahan (misal waktu dan lokasi pemeriksaan). Berdasarkan data pada Laporan Pemasukan atau Pengeluaran, petugas juga harus segera menyampaikan kepada pemilik barang atau agen yang ditunjuk pengurusannya tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi. Baik syarat pengeluarannya dari Wilayah Republik Indonesia maupun syarat-syarat karantina di negara tujuan atau syarat-syarat pemasukannya kedalam Wilayah Republik Indonesia.
4. Petugas Pelayanan Depan, berdasarkan data komoditas yang akan diperiksa dan Jadual Tugas Pemeriksa yang telah ditetapkan Koordinator Fungsional, mencetak Surat Perintah Pemeriksaan (form KT-12) dan meneruskan kepada Kepala Subseksi Pelayanan Teknis untuk penetapan OPT sasaran dan penelitian ulang Surat Perintah Pemeriksaan sebelum diajukan kepada Kepala Balai untuk ditandatangani;
5. Kepala Subseksi Pelayanan Teknis, mendistribusikan Perintah Pemeriksaan Tumbuhan (setelah ditandatangani Kepala Balai) kepada petugas yang ditunjuk;
6. Tim Pemeriksa, setelah diterimanya Perintah Pemeriksaan segera menyesuaikan rencana dan jadwal kegiatannya, mengajukan kebutuhan sarana dan prasarana yang diperlukan kepada Kepala Subseksi Pelayanan Teknis;

7. Tim Pemeriksa, segera melaksanakan pemeriksaan barang dilokasi yang telah ditunjuk. Proses pemeriksaan harus berpedoman kepada Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan dan Petunjuk Teknis Pemeriksaan Tumbuhan (termasuk tata cara pengambilan contoh) yang berlaku;

8. Tim Pemeriksa, pemeriksaan laboratoris perlu dilakukan untuk memastikan pra identifikasi OPT yang dilakukan dilapangan atau yang tidak bisa diidentifikasi di lapangan;
9. Tim pemeriksa, segera membuat Laporan Hasil Pemeriksaan, dan merekam datanya di komputer (Sistem Informasi Karantina Tumbuhan Tanjung Emas disingkat KARTUMAS) serta menyampaikannya kepada Kepala Balai melalui Kepala Subseksi Pelayanan Teknis;
10. Kepala Balai, berdasarkan saran dari Tim Pemeriksa dan informasi yang ada segera mengambil keputusan tentang Tindakan Karantina yang dikenakan terhadap komoditas yang bersangkutan dan memerintahkan kepada Tim pemeriksa yang bertugas untuk segera melaksanakannya.
11. Komoditas yang bersangkutan, bila semua syarat telah terpenuhi segera dapat diterbitkan Phytosanitary Certificate untuk komoditas ekspor atau Sertifikat Pelepasan Karantina Tumbuhan Luar Negeri untuk komoditas impor.
12. Komoditas yang bersangkutan, tindakan perlakuan dikenakan apabila disyaratkan oleh negara tujuan atau komoditas tidak bebas dari OPT yang dicegah pemasukannya ke Wilayah Republik Indonesia. Perlakuan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga sebagai akibat dari pengenaan Tindakan Perlakuan wajib dibawah pengawasan Tim Pemeriksa yang bertugas.
13. Komoditas yang bersangkutan, tidak dapat diberikan Phytosanitary Certificate karena:
a. Tidak dapat memenuhi persyaratan dari negara tujuan.
b. Komoditas sudah tidak berada di Wilayah Negara Republik Indonesia.
c. Tidak dapat dibebaskan dari OPT yang dicegah pemasukkannya ke Negara tujuan.
d. Tidak dilengkapi dengan Surat Ijin Pengeluaran dari Menteri Pertanian (Bibit Tanaman tertentu).
e. Tidak dilengkapi dengan CITES (untuk tanaman langka yang dilindungi).
14. Komoditas yang bersangkutan, tidak dapat diberikan Sertifikat Pelepasan Karantina Tumbuhan Luar Negeri karena:
a. Tidak dapat memenuhi persyaratan negara Indonesia untuk pemasukannya.
b. Tidak dapat dibebaskan dari OPT yang dicegah pemasukkannya ke Wilayah Negara Republik Indonesia.
c. Tidak dilengkapi dengan Surat Ijin Pemasukan dari Menteri Pertanian (Bibit Tanaman).

15. Phytosanitary Certificate dan Setifikat Pelepasan Karantina Tumbuhan Luar Negeri, pencetakannya menjadi tanggung jawab Petugas Pelayanan Depan, setelah siap (sudah ditandatangani oleh pejabat POPT yang ditunjuk ) didistribusikan kepada :
a. Asli dan lembar kedua kepada Pemilik Barang.
b. Lembar ketiga dan keempat ke Pelaksana data untuk bahan pelaporan serta arsip.
c. Lembar kelima untuk Bendaharawan Penerima sebagai dasar penarikan jasa dan penerbitan kuitansi penerimaan.
16. Bendahara penerima, walaupun jasa karantina yang harus dibayar pemilik barang telah dihitung oleh sistern, Bendaharawan Penerima wajib menghitung ulang besarnya biaya yang harus diterimanya.
17. Penyerahan Phytosanitary Certificate dan Setifikat Pelepasan Karantina Tumbuhan Luar Negeri, setelah membayar jasa karantina pemilik akan langsung menerima Phytosanitary Certificate dan Setifikat Pelepasan Karantina Tumbuhan Luar Negeri dan kuitansi pembayaran jasa dari Petugas Pelayanan Depan.


PETUNJUK PENGISIAN PHYTOSANITARY CERTIFICATE

Bagi Eksportir, bila disyaratkan dalam Letter of Credit (LC) Phytosanitary Certificate merupakan salah satu dokumen ekspor yang sangat penting. Oleh karenanya harus dikerjakan secara hati-hati dan teliti, isi atau istilah yang digunakan harus sesuai dengan LC atau dokumen ekspor lainnya. Sementara itu, Phytosanitary Certificate juga membawa misi bangsa dan sehingga penampilannyapun harus dibuat serapi dan sebersih mungkin. Di lain pihak, frekuensi kegiatan yang terus meningkat ditambah dengan tuntutan masyarakat untuk memperoleh pelayanan yang cepat, maka pembuatan Phytosanitary Certificate harus dapat diselesaikan dengan cepat
Sebagai upaya untuk memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut, maka pengisian dokumen Phytosanitary Certificate dilakukan dengan menggunakan komputer. Yaitu dengan cara tiap-tiap pemakai jasa dibuatkan satu file pada program aplikasi Microsoft Exel, dan tiap-tiap satu komoditas dan tiap-tiap penerima (importir) dibuatkan satu form.
1. File Pemakai Jasa, buka file pemakai jasa yang bersangkutan, apabila belum ada copy dari file lain. Cari form isian yang sesuai dengan jenis komoditas dan nama dan alamat penerima (bila belum ada copy dari file lainnya), selanjutnya masukkan/isikan data yang bersangkutan.
2. Nomor Pengeluaran Dokumen, menggunakan dua macam nomor, yaitu nomor tahunan dan nomor bulanan.
a. Nomor tahunan ditetapkan oleh Badan Karantina Pertanian, terdiri dari delapan digit. Empat digit pertama merupakan kode wilayah kerja, dan empat digit berikutnya merupakan nomor pengeluaran yang dimulai dari 0001 pada awal tahun anggaran (awal Januari).
b. Nomor bulanan terdiri dari sepuluh digit, empat digit pertama merupakan tahun dan bulan kegiatan, tiga digit berikutnya berupa tanda "titik"-kode kegiatan (ekspor=2)-"titik", dan tiga digit terakhir merupakan nomor unit pengeluaran dokumen. Nomor urut pengeluaran ini setiap bulan dimulai dari angka 001. Tujuan dari cara penomoran ini adalah untuk memudahkan pengolahan data dan pelaporan kegiatan,
3. To : Plant Protection/Quarantine Organization Of, diisi dengan ejaan nama Negara Tujuan harus disesuaikan dengan dokumen ekspor lainnya atau sesuai dengan ejaan yang berlaku secara internasional.
4. Name and addres of exporter dan Declared name and address of consignee, diisi sesuai dengan permintaan Pemohon atau disesuaikan dengan data yang tercantum dalam Letter of Credit atau Bill of Lading
5. Number and description of packages, diisi sesuai dengan permintaan Pemohon atau disesuaikan dengan dokumen lainnya (BL, LC).
6. Distinguishing marks, sedapat mungkin dimuat di halaman Phytosanitary Certificate yang bersangkutan.
7. Place of originl, diisi daerah asal komoditas.
8. Declared means of conveyance, diisi nama alat angkut komoditas yang bersangkutan, lengkap dengan nomor pelayarannya/penerbangannya
9. Declared point of Entry, diisi nama Pelabuhan atau Bandar Udara atau kota (bagi kiriman pos/paket) tujuan dari alat angkut atau tempat pemasukkan di negara tujuan.
10. Name of produce and quantity declared, diisi sesuai dengan data yang diajukan pemilik atau disesuaikan dengan dokumen pengangkutan lainnya.
11. Botanical name of plants, cukup jelas.
12. Additional declaration, dapat diisikan apabila kondisi komoditas (berdasarkan hasil pemeriksaan) sesuai dengan pernyataan pada keterangan tambahan dimaksud.
13. Isian pada disinfestation and/or disinfection treatment, hanya dapat dilakukan apabila pelaksanaan disinfestation atau disinfection dibawah pengawasan Petugas Karantina kecuali pelaksana kegiatan tersebut telah memperoleh sertifikat mutu.
14. Place of Issue, diisi "Semarang".
15. Date, diisi tanggal pengeluaran dokumen.
16. Name of authorized officer, diisi nama pejabat berwenang yang telah ditunjuk untuk menandatangani Phytosanitary Certificate.
17. Pencetakan, untuk mencegah adanya koreksi pada dokumen petugas perlu memeriksa kembali kebenaran data kepada pemakai jasa, dan/atau dilakukan pencetakan draft dokumen terlebih dahulu, kemudian mempersilahkan pemakai jasa untuk meneliti ulang. Bila sudah tidak ada kesalahan baru dilakukan pencetakan dokumen.


PETUNJUK PENGISIAN SERTIFIKAT PELEPASAN KARANTINA TUMBUHAN LUAR NEGERI

Bagi importir, isian untuk Sertifikat Pelepasan Karantina Tumbuhan Luar Negeri sudah tersedia di dalam sistem KARTUMAS. Untuk itu bagi importir hendaknya menyerahkan semua persyaratan bagi pemasukan komoditas kepada Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tg Emas dengan data yang terpercaya dan mempunyai bukti yang sah.

PELAYANAN SERTIFIKASI DAN REGISTRASI PADA BALAI KARANTINA TUMBUHAN KELAS I TANJUNG EMAS

PENDAHULUAN
Sesuai Visi Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas yang Modern dan Terpercaya pada Tahun 2009, menunjukkan bahwa tuntutan masyarakat terhadap pelayanan prima aparatur pemerintah kepada masyarakat merupakan keharusan dan tidak dapat diabaikan lagi.

DASAR HUKUM
1. Keppres No. 187/M Th 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu
2. Inpres No. 1 Th 1995
3. Kep. Menpan No.81 Th 1993 tentang Pedoman Tata Laksana Pelayanan Umum
4. Kep. Menpan No. 63/Kep/M.Pan/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik
5. Kep. Menpan No. KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.
6. Peraturan Menteri Pertanian No. 394/Kpts/RC.120/11/2005 tentang RENSTRA Departemen Pertanian Tahun 2005-2009
7. Surat Edaran Menkowasbangpan No. 56/MK.Waspan/6/1998 antara lain menyebutkan bahwa langkah-langkah perbaikan mutu pelayanan masyarakat diupayakan dengan menerapkan pola pelayanan terbaik.
8. Surat Menkowasbangpan No. 145/MK/Waspan/3/1999 tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan

MAKSUD & TUJUAN
A. Maksud
Maksud diadakannya Pelayanan Sertifikasi dan Registrasi pada Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas adalah :
Memberikan pelayanan prima atas Tindakan Karantina Tumbuhan dalam kerangka pencegahan masuk dan tersebarnya OPTK;
Pemberian rekomendasi terhadap registrasi pihak ketiga untuk melakukan tindakan karantina tumbuhan tertentu dan atau penetapan instalasi karantina tumbuhan milik perorangan dan badan hukum;
Tindakan pengawasan keamanan hayati produk pertanian segar dalam kerangka pengawasan masuk dan keluarnya produk-produk pertanian segar yang bermutu, sehat lingkungan dan halal ke dan dari luar negeri ataupun antar pulau di pintu-pintu pemasukan maupun pengeluaran (Entry dan Exit Point).


B. Tujuan
Mewujudkan pelayanan prima
Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kinerja BKT Kelas I Tanjung Emas, khususnya yang terkait langsung dengan masyarakat pengguna jasa karantina tumbuhan
Mendorong keikutsertaan masyarakat dan pengguna jasa dalam penyelenggaraan Perkarantinaan Tumbuhan


JENIS PELAYANAN & WAKTU PENYELESAIAN

A. Pelayanan Sertifikasi Karantina Tumbuhan Media Pembawa non Bibit Tanaman

No
Jenis Pelayanan Sertifikasi Karantina Tumbuhan
Waktu Penyelesaian (hari)
Ekspor
Impor
Antar Area
1.
Pemeriksaan s/d pelepasan (sertifikasi) MP tanpa perlakuan
1 - 7
1 - 7
1 - 7
2.
Pemeriksaan s/d pelepasan (sertifikasi) MP dengan perlakuan
3 - 9
3 - 9
3 - 9
3.
Pemeriksaan s/d penolakan/pemusnahan MP yang tidak bisa dibebaskan dari OPTK dengan perlakuan
3 - 9
3 - 9
14 - 30
4.
Pemeriksaan s/d penolakan/pemusnahan Media Pembawa yang tidak memenuhi persyaratan
1 - 14
14 - 30
14 - 30


B. Pelayanan Sertifikasi Karantina Tumbuhan Media Pembawa Bibit Tanaman
No
Jenis Pelayanan Sertifikasi KT
Waktu Penyelesaian (hari)
Ekspor
Impor
Antar Area
1.
Pemeriksaan s/d pelepasan (sertifikasi) MP tanpa perlakuan
1 – 15
3 – 31
1 – 29
2.
Pemeriksaan s/d pelepasan (sertifikasi) MP dengan perlakuan
2 – 16
4 – 32
2 – 30
3.
Pemeriksaan s/d penolakan/pemusnahan MP yang tidak bisa dibebaskan dari OPTK dengan perlakuan
3 – 17
3 – 17
3 – 17
4.
Pemeriksaan s/d penolakan/pemusnahan MP yang tidak memenuhi persyaratan
1 – 15
1 – 29
1 – 29


C. Pelayanan Pemeriksaan Alat Angkut, Peralatan, dan Pembungkus Media Pembawa Tumbuhan
No
Jenis Pelayanan
Waktu Penyelesaian (hari)
1.
Pemeriksaan s/d pelepasan tanpa perlakuan
1 - 7
2.
Pemeriksaan s/d pelepasan dengan perlakuan
2 – 8
3.
Pemeriksaan s/d pemusnahan pembungkus media pembawa yang tidak bisa dibebaskan dari OPTK dengan perlakuan / dilarang
2 – 8

D. Pelayanan Rekomendasi Registrasi Skim Audit Badan Karantina Pertanian Kepada Pihak Ketiga*) :
ISPM # 15
Skim Audit Fumigasi Barantan/AFASID 1 – 3 Hari
Penetapan Instalasi Karantina Tumbuhan
Catatan :
1. MP = Media Pembawa
ISPM # 15 = International Standard Phytosanitary Measures No. 15
*) Jika memenuhi Kesesuaian Persyaratan Administrasi

MEKANISME PELAYANAN

Mekanisme/bagan alir umum pelayanan Sertifikasi dan Rekomendasi Registrasi pada Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas dibuat sesederhana mungkin, sehingga masyarakat cepat bisa memahaminya.



PEMOHON

PENYERAHAN




PEMBAYARAN

PROSES

LOKET PELAYANAN

PEMERIKSAAN ADMINISTRASI

PEMERIKSAAN LAPANGAN
KETUA OTORITAS KOMPETEN
Rekomendasi Registrasi
Sertifikasi

Perkembangan Volume (ton) Pemeriksaan Media Pembawa 6 Tahun terakhir (2000-2005)


























Perkembangan Frekuensi Pemeriksaan Media Pembawa 6 tahun terakhir (2000 – 2005)

















Perkembangan Volume (ton) Pemeriksaan Menurut Golongan Media Pembawa 5 tahun terakhir (2001 – 2005)



























Hasil survey Indeks Kepuasan Masayarakat (IKM) secara garis besar dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Dari 150 kuisioner yang disebarkan 26 kuisioner yang diisi (17.3 %)

No
URAIAN
SANGAT PUAS
PUAS
KURANG
PUAS
TIDAK PUAS
TIDAK TAHU
Jml
%
Jml
%
Jml
%
Jml
%
Jml
%
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Prosedur
Persyaratan
Kejelasan
Kedisiplinan
Tanggung Jawab
Kemampuan
Kecepatan
Keadilan
Kesopanan
Kewajaran Biaya
Kepastian Biaya
Ketepatan Waktu
Kenyamanan
Keamanan
2
0
0
2
0
0
1
0
0
0
1
2
1
0
7,7
0
0
7,7
0
0
3,8
0
0
0
3,8
7,7
3,8
0
1
2
7
4
1
4
9
4
1
1
6
7
5
0
3,8
7,7
26,9
15,4
3,8
15,4
34,6
15,4
3,8
3,8
23,1
26,9
19,2
0
20
22
16
17
22
17
11
19
21
21
7
8
17
22
76,9
84,6
61,5
65,3
84,6
65,3
42,3
73,1
80,8
80,8
26,9
30,7
65,3
84,6
3
2
3
3
3
5
3
3
4
3
10
8
3
3
11,5
7,7
11,5
11,5
11,5
19,2
11,5
11,5
15,4
11,5
38,5
30,7
11,5
11,5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3,8
0
7,7
0
0

Sumber : BKT KLS I TG EMAS (2005) Nilai IKM : 73.75 (BAIK)


PENANGANAN PENGADUAN/KELUHAN SECARA EFISIEN

Hal ini diharapkan akan dapat memberikan peluang untuk mengubah seorang pelanggan yang kurang puas menjadi pelanggan abadi.
Untuk itu ada 4 (empat) aspek yang perlu diperhatikan :
Empati pelanggan yang kurang berkenan;
Kecepatan dalam penanganan pengaduan;
Kewajaran atau dalam memecahkan pengaduan/keluhan;
Akses terhadap komunikasi dan informasi


JAMINAN KUALITAS PELAYANAN

Memiliki kesederhanaan prosedur
Memiliki kejelasan dan kepastian persyaratan
Memberikan kejelasan proses dan hasil pelayanan
Menerapkan kedisiplinan waktu penyelesaian
Dapat mempertanggungjawabankan hasil secara ilmiah
Memiliki kemampuan profesionalitas yang tinggi
Memberikan kecepatan dan ketepatan waktu pelayanan
Memberikan keadilan pelayanan bagi pengguna jasa
Menampilkan perilaku sopan sesuai tata nilai yang berlaku
Memberikan keterbukaan dan kewajaran atas biaya pelayanan
Memberikan informasi kejelasan biaya kepada pengguna jasa
Memiliki kemampuan merespon secara cepat dan tepat waktu
Memberikan kenyamanan pada pengguna jasa
Menjamin keamanan dan kepastian hukum terhadap proses dan hasil pelayanan

Inilah Pelayanan dengan Paradigma Baru

Menempatkan pengguna jasa menjadi orang terpenting yang harus dilayani, karena merekalah kami bekerja dan mendapat gaji





Kami tidak merasa berjasa dengan melayaninya,
justru kami berterima kasih telah mendapat kesempatan untuk melayaninya






Ruang tunggu pelayanan Penyampaian berkas dan pemberian informasi











PELAKSANAAN KEGIATAN BALAI KARANTINA TUMBUHAN KELAS I TANJUNG EMAS

Kegiatan karantina tumbuhan dilaksanakan di :
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang
Wilker Bandara A. Yani Semarang
Wilker Terminal Penumpang Semarang
Wilker Kantor Pos Semarang
Wilker Tegal







Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas :


Kegiatan Sosialisasi ISPM # 15 dan SAF


Kegiatan Bulan Bhakti Karantina Pertanian


Kegiatan Sosialisasi Internal


Kunjungan dari Mahasiswa UNS


Kegiatan Fumigasi

IMPLEMENTASI
SISTEM SERTIFIKASI KONTAINER / KARGO DAN
PELABUHAN TANJUNG EMAS BEBAS ”GAS”
(GIANT AFRICAN SNAIL/BEKICOT)
(Program Jangka Pendek dan Program Jangka Panjang)



I. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Pada umumnya, pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional suatu negara adalah bertujuan meningkatkan produktifikas agar dapat :
1. Mempertahankan swasembada pangan.
2. Menyediakan bahan baku bagi industri.
3. Meningkatkan ekspor komoditas non migas untuk meningkatkan devisa negara.

Namun dalam pelaksanaannya menemui beberapa hambatan antara lain adanya serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan yang dapat menurunkan baik dari sisi kualitas maupun kuantitas produksi yang pada gilirannya akan menurunkan hasil (revenue) secara keseluruhan.

Salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk mengurangi resiko serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan adalah dengan melaksanakan karantina tumbuhan sebagai upaya pemerintah untuk mencegah masuk dan tersebarnya organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) dari Luar Negeri dan penyebarannya di Dalam Negeri serta mencegah Organisme Pengganggu Tumbuhan tertentu ke Luar Negeri apabila negara tujuan mempersyaratkannya sebagai salah satu unsur Sanitary and Phytosanitary (SPS) dalam globalisasi perdagangan.

Dalam globalisasi perdagangan, maka ketentuan SPS tersebut oleh beberapa negara diterapkan secara ketat untuk melaksanakan ketentuan karantina tumbuhan. Salah satunya adalah ketentuan AQIS tentang bebas ”GAS”.

Indonesia merupakan daerah sebar bekicot/Giant African Snail “GAS”(Achatina fulica) yang berasal dari Afrika Timur dan masuk ke Indonesia sekitar tahun 1933 melalui Semenanjung Malaya (Malaysia). Saat ini ”GAS” merupakan hama (Organisme Pengganggu Tumbuhan/OPT) yang penting pada budidaya pertanian di Indonesia.

Isu tentang ”GAS” muncul sekitar bulan Juni 2005 ketika David Cox, Manager Operational Policy AQIS mengirim surat kepada Badan Karantina Pertanian bahwa pada bulan September 2005 pihak AQIS akan menerapkan pemeriksaan yang ketat terhadap kiriman kontainer/kargo dari negara-negara yang tertular ”GAS” (GAS Country Action List). Australia menempatkan ”GAS” sebagai Quarantine Pest yang harus dicegah pemasukan dan penyebarannya ke Australia. Indonesia termasuk dalam daftar Country Action List, sehingga semua kontainer kosong maupun isi (komoditas pertanian atau lainnya) yang dikirim dari Indonesia ke Australia harus melalui pemeriksaan yang ketat dan dikenakan perlakuan sesuai standar yang ditetapkan di Australia.

Dalam hal ini, Badan Karantina Pertanian melakukan upaya–upaya antara lain menyusun draft proposal implementasi bebas ”GAS” bagi pelabuhan utama di Indonesia (Balai Besar Karantina Tumbuhan Belawan, Balai Besar Karantina Tumbuhan Tanjung Perak, Balai Besar Karantina Tumbuhan Tanjung Priok, Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas, dan Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Makasar) dan melakukan negosiasi dengan pihak AQIS sehingga pelaksanaan ketentuan tersebut dapat ditangguhkan hingga 1 Agustus 2006.

Sejak Januari sampai Juni 2006, jumlah lalu lintas kontainer yang melalui Pelabuhan Tanjung Emas sebesar 187.594 TEU’S dimana kontainer untuk Ekspor sebesar 101.778 TEU’S, sekitar 6 % (+ 6.106 TEU’S) merupakan kontainer dengan tujuan Australia (Sumber : Divisi Operasi PT. TPKS Pelabuhan Tanjung Emas, 2006).

Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas menyikapi perkembangan tersebut dengan melakukan Sosialisasi (pembuatan poster, tatap muka, maupun melalui media cetak/elektronik), pertemuan dan survei keberadaan ”GAS” maupun tanah pada kontainer ekspor, yaitu:

v Sosialisasi :
a. Bulan Oktober 2005 bertempat di Ruang Rapat Kantor Administrator Pelabuhan Tanjung Emas tentang ketentuan ”GAS” untuk lingkungan internal Pelabuhan Tanjung Emas dari Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas.
b. Bulan Januari 2006 bertempat di Bougenville Convention Hall Plaza Hotel kepada stakesholder dengan nara sumber Kepala Badan Karantina Pertanian, Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan pemrasaran dari Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas.
c. Bulan Juni 2006 bertempat di ruang pertemuan Gubernur Jawa Tengah dengan stakesholder dan institusi terkait di Propinsi Jawa Tengah.
d. Bulan Juli 2006 dan atas fasilitas yang diberikan oleh Kepala Kantor Administrator Pelabuhan Tanjung Emas, telah dilakukan beberapa kali pertemuan untuk membahas Implementasi Sistem Sertifikasi Kontainer/Kargo dan Pelabuhan Tanjung Emas Bebas “GAS”.
e. Pembuatan poster, pemuatan berita melalui surat kabar lokal/nasional dan TV serta draft proposal pembangunan pelabuhan Tanjung Emas bebas “GAS”.

v Pemantauan keberadaan ”GAS” dan tanah pada kontainer untuk ekspor :
Dilakukan di sekitar wilayah Pelabuhan Tanjung Emas dengan ditemukan ”GAS” dalam keadaan hidup baik dari stadia dewasa dan telur maupun cangkang khususnya pada lokasi vegetasi tanaman, genangan air atau dengan perkataan lain ditemukan ”GAS” pada hampir seluruh wilayah lingkungan pelabuhan Tanjung Emas. Dalam pemantauan kondisi kontainer untuk ekspor hingga tanggal 19 Juli 2006, masih ditemukan tanah pada bagian luar kontainer di depo-depo penumpukan empty, TPKS dan depo fumigasi tujuan Australia.

Dengan ditetapkannya Indonesia dalam daftar Country Action List sesuai Notice to Industry 50/2005-06 dan 51/2005-06 akan membawa dampak terhambatnya kelancaran ekspor Indonesia ke Australia serta menimbulkan biaya tambahan yang relatif tinggi yang harus ditanggung oleh pihak Eksportir Indonesia.

Australia menetapkan sejak 1 Agustus 2006 semua kontainer dan kargo yang berasal dari Country Action List yang telah ditetapkan akan dilakukan pemeriksaan yang ketat dan menyeluruh di pelabuhan NT Australia maupun secara random di pelabuhan Non NT Australia, terhadap resiko terbawanya ”GAS” dalam keadaan hidup, cangkang, telur, tanah, lumpur dan kotoran lain yang dapat menjadi media terbawanya ”GAS”. Demikian pula untuk ekspor ke negara Selandia Baru diberlakukan ketentuan persyaratan tersebut.

Pemeriksaan yang ketat tersebut tidak dilakukan apabila semua kontainer dan kargo dari negara yang termasuk dalam Country Action List :

1. Disertai Fumigation Certificate. Kontainer harus bersih dari ”GAS” dalam keadaan hidup, cangkang, telur, tanah, lumpur dan kotoran lain yang dapat menjadi media terbawanya ”GAS”dan difumigasi dengan Methyl Bromide (CH3 Br) dengan dosis 128 gram/m3 selama 24 jam pada suhu 210 C atau lebih dari pelabuhan pengiriman; atau

2. Disertai Phytosanitary Certificate yang dikeluarkan oleh Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas yang menyatakan bahwa ” Kontainer dan Kargo tersebut bebas dari ”GAS” apabila komoditas yang diangkut memerlukan Phytosanitary Certificate.


b. Maksud dan Tujuan

Sebagai pedoman implementasi program jangka pendek yaitu sistem sertifikasi kontainer (peti kemas)/kargo bebas ”GAS” dan program jangka panjang yaitu Pelabuhan Tanjung Emas bebas ”GAS”, sesuai dengan tugas dan kewenangan semua pihak yang terkait, sehingga Indonesia khususnya Pelabuhan Tanjung Emas dapat dihapus dari daftar Country Action List for GAS dan ekspor ke luar negeri tidak mengalami hambatan.



c. Ruang Lingkup

Implementasi sistem sertifikasi kontainer (peti kemas)/kargo dan pelabuhan Tanjung Emas bebas ”GAS” meliputi Identifikasi dan kondisi lokasi, upaya perbaikan dan tindakan yang diperlukan, permasalahan yang dihadapi dan upaya mengatasinya, instansi yang bertanggung jawab melaksanakan serta jadual dan tahapan pelaksanaan program.

d. Dasar Hukum

4.1. Undang-undang No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan.
4.2. Undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan (Ratifikasi) Agreement Establishing The World Trade Organiation.
4.3. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2002 tentang Karantina tumbuhan.
4.4. Keputusan Menteri Pertanian No. 264/Kpts/HK.310/3/2006 tentang Penetapan Focal Point Organisasi Perlindungan Tumbuhan Nasional (NPPO).
4.5. Peraturan Menteri Pertanian No. 05/Permentan/HK.060/3/2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Penetapan Instalasi Karantina Tumbuhan Milik Perorangan atau Badan Hukum.
4.6. Peraturan Menteri Pertanian No. 271/Kpts/HK.310/4/2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Karantina Tumbuhan Tertentu oleh Pihak Ketiga.
4.7. International Standart of Phytosanitary Measures (ISPM) #06, #07, #10 dan #15.
4.8. Notice to Industry No. 50 /2005-2006 dan No. 51/2005-2006 dari AQIS.
4.9. Surat Edaran Kepala Badan Karantina Pertanian up. Kepala Pusat Karantina Tumbuhan No. 1162.a/PD.540.240/L.3/06/06 tentang Implementasi Ketentuan Bebas “GAS” dan Nomor 1264.a/PD.540.420/L.3/07/06 tentang Giant African Snail (GAS).
4.10. Surat Edaran Kepala Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas tentang Implementasi Ketentuan Bebas “GAS”.


5. Pengertian umum
6.1. Karantina Tumbuhan adalah tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya organisme pengganggu tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
6.2. Tindakan Karantina Tumbuhan adalah tindakan pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan terhadap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan dan atau organisme pengganggu tumbuhan karantina.
6.3. Media Pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan yang selanjutnya disebut media pembawa`adalah tumbuhan dan bagian-bagiannya dan atau benda lain yang dapat membawa organisme pengganggu tumbuhan karantina.
6.4. Instalasi Karantina Tumbuhan yang selanjutnya disebut Instalasi Karantina adalah tempat beserta segala sarana yang ada padanya yang digunakan untuk melaksanakan tindakan karantina tumbuhan.
6.5. Penilaian Instalasi Karantina adalah pemeriksaaan yang dilakukan untuk mengetahui kelayakan tempat milik perorangan atau badan hukum dalam memenuhi persyaratan sebagai instalasi karantina tumbuhan.
6.6. Evaluasi adalah pemeriksaan yang dilakukan secara berkala atau sewaktu-waktu untuk mengetahui kesesuaian terhadap persyaratan yang telah ditetapkan.
6.7. Perbaikan adalah tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki ketidaksesuaian atau penyimpangan dari pesyaratan yang telah ditetapkan.
6.8. Pemilik adalah perorangan Warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia yang memiliki tenpat untuk dapat diajukan dan ditetapkan sebagai instalasi karantina.
6.9. Pihak Ketiga adalah orang atau badan hukum yang memiliki pengetahuan, keahlian, kemampuan, sarana dan fasilitas serta peralatan untuk melaksanakan tindakan karantina tumbuhan tertentu.
6.10. Petugas Karantina Tumbuhan adalah Pegawai Negeri Sipil tertetu yang diberi tugas untuk melakukan tindakan karantina tumbuhan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


II. IDENTIFIKASI LOKASI DAN KONDISI LOKASI

1. Identifikasi Lokasi (di dalam/luar wilayah kerja Pelabuhan Tanjung Emas)

Pelabuhan Tanjung Emas Semarang merupakan salah satu pelabuhan utama Indonesia yang terletak di pantai utara Jawa Tengah dan dibangun sejak abad 18 melalui tahapan-tahapan yang cukup panjang. Perkembangan dewasa ini sebagai pelabuhan barang dalam bentuk terurai/bulk maupun utamanya adalah dalam bentuk kemasan/kontainer (full container) yang juga merupakan bentuk perwujudan mengantisipasi milenium ketiga dengan globalisasinya lintas sektoral dan antar negara.

Pengembangan Pelabuhan Tanjung Emas adalah untuk pusat unit ekonomi yang efektif dan efisien, yang mendukung industri terkait serta meningkatkan sistem distribusi yang efisien (multi moda transport). Saat ini telah terwujud kawasan industri berikat, pabrik tepung terigu, pengantongan pupuk dan semen, tangki penimbunan crude Palm Oil dan nabati, depo-depo penumpukan empty dan full container serta perlakuan fumigasi untuk memenuhi persyaratan negara tujuan ekspor dan lain-lain dengan melibatkan pengelola pelabuhan, pengusaha swasta/pemerintah.

Sistem moda transport kontainer yang diharapkan atas keterkaitannya dalam program implementasi pelabuhan bebas ”GAS” adalah sebagaimana dalam alur sebagai berikut:















CY
1- 3 hari
Segregasi
Pencucian
Pengawasan
di Pintu CY
PC
1 hari
Jika memerlukan
PC & tidak dilakukan fumigasi
Jika memerlukan PC & di fumigasi atau pencucian
Empty Cont.
Transport
Gudang Stuffing
Transport
Transport
Depo Penumpukan
Kontainer / Fumigasi
2 - 3 hari
Pengapalan























Alur transport kontainer

Gambar di atas menunjukkan alur mulai awal dari empty kontainer sampai dengan selesai proses pengapalan di pelabuhan Tanjung Emas. Dari gambar tersebut dapat kita identifikasi beberapa tempat atau proses yang harus dilalui (di dalam/luar wilayah kerja) oleh kontainer atau kargo hingga sampai pengapalan meliputi :

v Depo empty container
v Transportasi
v Tempat stuffing
v Transportasi
v Depo penumpukan kontainer / fumigasi
v Transportasi (repo container)
v CY (TPKS)
v Pengapalan (stowage)

Tempat atau proses tersebut sudah barang tentu memiliki resiko terbawanya “GAS”, cangkang ”GAS”, telur ”GAS”, tanah atau lumpur dan kotoran lainnya sehingga diperlukan sikap kehati-hatian dan tanggung jawab terhadap pekerjaan atau proses yang harus dilalui oleh masing-masing pihak yang berkompeten. Kenyataan bahwa sampai saat ini beberapa tempat atau dalam proses pelaksanaannya terdapat kekurangan / ketidaksesuaian sehingga resiko terbawanya ”GAS”, cangkang ”GAS”, telur ”GAS”, tanah atau lumpur dan kotoran lainnya masih relatif tinggi.
Secara rinci identifikasi lokasi program implementasi bebas ”GAS” adalah :

1.1. Pelabuhan Tanjung Emas
1.2. Depo Penumpukan Kontainer Kosong di luar/dalam pelabuhan Tanjung Emas
1.3. Tempat stuffing Kargo (Gudang Eksportir)
1.4. Depo Penumpukan Kontainer/Perlakuan (Fumigasi)
1.5. TPKS Pelabuhan Tanjung Emas
1.6. Sarana dan prasarana transportasi ( Jalan dan Trailer/Truck)
1.7. Sarana kapal

2.1. Program Jangka pendek (Sistem Sertifikasi Kontainer dan Kargo Bebas ”GAS”).

Program jangka pendek ini dilakukan sebagai upaya menghindari pemeriksaan yang ketat dari AQIS terhadap kiriman kontainer dan kargo yang berasal dari pelabuhan Tanjung Emas. Direncanakan program jangka pendek dilaksanakan 1 (satu) sampai 6 (enam) bulan.

2.1.1. Untuk memenuhi Notice to Industry No. 50/2005-06 dan 51/2005-06 maka upaya sanitasi kontainer yang dilakukan agar bersih dan bebas dari ”GAS”, cangkang ”GAS”, telur ”GAS”, tanah atau lumpur dan kotoran lainnya adalah sebagai berikut :

2.1.1.1. Depo Penumpukan Kontainer harus menggunakan kontainer yang kondisi baik, tidak berlubang, tidak penyok dan pintu kontainer dapat tertutup dan terkunci sempurna.
2.1.1.2. Depo Penumpukan Kontainer harus memastikan bahwa kontainer bagian dalam dan luar terutama bagian bawah kontainer bersih dari ”GAS”, cangkang ”GAS”, telur ”GAS”, tanah atau lumpur dan kotoran lainnya apabila kontainer tidak dalam keadaan bersih maka harus dilakukan pencucian.
2.1.1.3. Trailer / truk yang digunakan harus sesuai standar (dek terbuat dari baja dan tidak berlubang, ada penahan lumpur pada roda).
2.1.1.4. Stuffing dilakukan pada siang hari untuk menghindari ”GAS” serta life insect. Jika terpaksa dilakukan stuffing pada malam hari, harus dilakukan di dalam ruangan kedap/bebas OPT, ”GAS”, cangkang ”GAS”, telur ”GAS”, tanah atau lumpur dan kotoran lainnya.
2.1.1.5. Tenaga stuffing dan peralatan stuffing (sepatu, forklift) harus bersih dari infestasi ”GAS”, cangkang ”GAS”, telur ”GAS”, tanah atau lumpur dan kotoran lainnya.
2.1.1.6. Pemilik barang (Eksportir/EMKL yang diberi kuasa) berkewajiban menjaga kebersihan kontainer selama dalam perjalanan dari rekontaminasi dan reinfestasi ”GAS”, cangkang ”GAS”, telur ”GAS”, tanah atau lumpur dan kotoran lainnya sampai di depo penumpukan / fumigasi dan atau CY (TPKS).
2.1.1.7. Untuk trailer yang tidak memenuhi standar (skeleton = walang kekek) harus masuk ke depo penumpukan atau fumigasi, dan kontainer harus dilakukan pencucian dengan air bertekanan tinggi.
2.1.1.8. Kondisi depo fumigasi harus bebas dari ”GAS”, cangkang ”GAS”, telur ”GAS”, tanah atau lumpur dan kotoran lainnya untuk menghindari adanya rekontaminasi yaitu lantainya bukan pasir atau tanah, tidak tergenang air, bersih dari kotoran tanah, bekicot dan atau cangkannya maupun kotoran lainnya..
2.1.1.9. Fumigasi harus dilakukan standar AFAS Barantan sesuai dengan dosis yang dipersyaratkan oleh negara tujuan (Australia).
2.1.1.10. Gunakan trailer untuk repo (pemindahan kontainer dari depo penumpukan/fumigasi ke CY/TPKS) yang memenuhi standar yaitu mempunyai dek dan sekitar tempat roda diberi lapisan penahan lumpur/air yang dapat mencegah terjadinya kontaminasi tanah atau kotoran lain selama pengangkutan di darat..
2.1.1.11. Hindari jalur dari depo penumpukan/fumigasi ke CY (TPKS) yang terkena rob/banjir. Apabila terpaksa gunakan waktu tertentu pada saat tidak terjadi rob.
2.1.1.12. Penempatan kontainer di CY (TPKS) harus sesuai dengan segregasi / pemisahan lokasi yang telah ditentukan ke Australia.
2.1.1.13. Tenggang waktu antara saat penumpukan dan saat dimuat di atas kapal tidak lebih dari 2 hari untuk mencegah ”GAS”, cangkang ”GAS”, telur ”GAS”, tanah atau lumpur dan kotoran lainnya.
2.1.1.14. Apabila melebihi tenggang waktu tersebut, pastikan kondisi sanitasi kontainer tetap terjaga dari kontaminasi ”GAS”, cangkang ”GAS”, telur ”GAS”, tanah atau lumpur dan kotoran lainnya.
2.1.1.15. Apabila kontainer ter-rekontaminasi ”GAS”, cangkang ”GAS”, telur ”GAS”, tanah atau lumpur dan kotoran lainnya, maka lakukan pencucian kembali dengan menggunakan air bertekanan tinggi.
2.1.1.16. Penempatan kontainer di kapal harus dipisahkan dengan kontainer yang lain yang tidak difumigasi dan dicuci, agar tidak terjadi kontaminasi silang selama pengangkutan ke Australia.Pastikan pemilik kapal untuk melakukan standar sesuai persyaratan negara tujuan/Australia baik di pelabuhan Tanjung Emas maupun yang melalui transit di negara lainnya.
2.1.1.17. Untuk penerbitan PC perlu memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut :
2.1.1.17.1. Memastikan kembali bahwa kontainer bersih dari ”GAS”, cangkang ”GAS”, telur ”GAS”, tanah atau lumpur dan kotoran lainnya.
2.1.1.17.2. Dicatat dan didokumentasikan semua langkah yang telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur tersebut diatas.
2.1.1.17.3. PC diterbitkan sesuai dengan persyaratan negara tujuan, dengan additional declaration ”Free From GAS ”.
2.1.1.17.4. Kepada eksportir atau perusahaan pelayaran diminta untuk mengirimkan data Fumigation Certificate (FC) dan atau Phytosanitary Certificate (PC) kepada GAS National Coordination Center (GAS NCC) melalui e-mail
gas.screener@aqis.gov.au paling lambat 24 jam sebelum kedatangan kapal di pelabuhan pertama Australia.
2.1.1.17.5. Bagi petugas Karantina Tumbuhan agar mengisi formulir lampiran 3 tentang ”List Of Fumigation Certificate (FC) and Phytosanitary Certificate (PC) for GAS Free Containers” sesuai dengan Surat Edaran Kepala Pusat Karantina Tumbuhan No. 1162a/PD.540.240/L.3/6/06 tanggal 30 Juni 2006 dan Sampaikan daftar Fumigation certificate (FC) dan atau Phytosanitary certificate (PC) untuk kontainer atau kargo tujuan Australia ke GAS NCC melalui e-mail
gas.screener@aqis.gov.au untuk setiap kapal dan ditembuskan ke Pusat Karantina Tumbuhan up. Kepala Bidang Ekspor Karantina Tumbuhan melalui e-mail pusatkt@indo.net.id.


2.2. Program Jangka Panjang

Program jangka panjang pada dasarnya adalah untuk mengeluarkan Indonesia (khususnya pelabuhan Tanjung Emas) dari Tabel 1 dan 2 GAS Country Action List yang dirilis oleh AQIS sebagaimana yang diimplementasikan oleh negara Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina. Oleh karena itu diperlukan beberapa upaya yang mengarah terwujudnya Pelabuhan Tanjung Emas Bebas ”GAS” (GAS Pest Free Area Status for Tanjung Emas Port) yang merupakan rangkaian kegiatan untuk mempertahankan atau memelihara status instalasi/depo kontainer dan pelabuhan yang bebas ”GAS”..

Program Jangka panjang dimaksud meliputi kegiatan sebagai berikut :

1. Sistem kepelabuhan sebagai area bebas “GAS”.
Pemerintah melalui Departemen Pertanian cq. Barantan menetapkan ketentuan peraturan teknis instalasi area pelabuhan bebas “GAS” oleh setiap penyelenggaraan di pelabuhan.

2. Sistem pengelolaan area bebas “GAS” harus dapat dipertahankan secara konsisten, meliputi :
a. Program monitoring/pengawasan “GAS”.
Dilakukan aktivitas monitoring secara rutin untuk memeriksa kemungkinan keberadaan “GAS”.
b. Program Pengendalian “GAS”
Pencegahan [untuk mengeliminasi inang, sanitasi, pembatas fisik, kontrol dari kedatangan kendaraan, mesin-mesin, tanah dan kontainer serta pengendalian (secara fisik, mekanik, kimia, biologi)].

c. Sistem Pelaporan kepada NPPO/Badan Karantina Pertanian
Setiap depo kontainer harus membuat laporan bulanan kepada Badan Karantina Pertanian dalam segala aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan dari status pelabuhan/depo kontainer bebas “GAS”. Adanya ketidaksesuaian yang berhubungan dengan status misal menemukan “GAS” di dalam area harus segera dilaporkan.

3. Penilaian/Audit (Monitoring) untuk mengetahui bahwa area bebas “GAS”
Pemeriksaan yang spesifik dilaksanakan oleh Barantan untuk memastikan bahwa kondisi/kriteria pelabuhan bebas “GAS” telah layak dan dapat dipertahankan secara konsisten (The Port Area Free from “GAS”)
a. Status area bebas “GAS” harus ditetapkan oleh Badan Karantina Pertanian yang didasarkan pada penilaian/audit yang dilakukan oleh Barantan sendiri.
b. Untuk memastikan bahwa kriteria atau persyaratan dipatuhi secara konsisten oleh pihak pelabuhan/depo kontainer maka dilaksanakan pengawasan/monitoring oleh Barantan.
c. Barantan bertanggungjawab dalam pelaksanaan audit dan monitoring serta dilakukan dengan cara yang benar.

4. Identitas, Integritas, dan keamanan Phytosanitary terhadap barang kiriman.
Pelabelan, penyegelan (sealing), pelaporan, pengarsipan (records), sertifikasi dan pengawasan secara rutin untuk memastikan identitas, integritas dan keamanan phytosanitary terhadap barang kiriman.
a. Sebaiknya dilakukan suatu sistem identifikasi dan sertifikasi yang dapat membedakan secara jelas antara pengiriman yang berasal dari area bebas “GAS” dengan pengiriman yang bukan berasal dari area bebas “GAS”.
b. Sistem identifikasi dan sertifikasi sebaiknya mampu untuk memastikan integritas phytosanitary yang melengkapi barang kiriman.
c. Pilihan yang dimungkinkan antara lain :
Ø Penggunaan phytosanitary atau sertifikat fumigasi (jika diminta) dengan mengidentifikasi nomor kontainer dan nomor identitas fumigator (AFASID) didalam sertifikat.
Ø Mencantumkan stiker atau tanda yang spesifik untuk membedakan kontainer yang berasal dari area bebas “GAS” dan yang tidak.
Ø Barantan menyediakan daftar konsolidasi dari kontainer yang telah difumigasi dan nomor identitas fumigator (AFASID) untuk semua muatan kontainer yang dimuat diatas kapal.

5. Tempat pelaksanaan fumigasi disarankan di instalasi Karantina Tumbuhan milik perorangan atau Badan Hukum yang telah ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian baik yang berada di lokasi tempat pemasukan/pengeluaran atau di luar tempat pemasukan/pengeluaran sebagaimana diatur dalam :

v Peraturan Menteri Pertanian no. 05/Permentan/HK.060/3/2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Penetapan Instalasi Karantina Tumbuhan Milik Perorangan atau Badan Hukum
v Peraturan Menteri Pertanian no. 18/Permentan/OT.160/5/2006 tentang Pelaksanaan Tindakan Karantina Tumbuhan di Luar Tempat Pemasukan dan Pengeluaran

6. Menyusun Sistem Sertifikasi Peti Kemas Bebas “GAS” yang meliputi prosedur pengangkutan, penumpukan, sanitasi, perlakuan, pemuatan dan penempatan peti kemas diatas kapal dengan tujuan untuk menjamin peti kemas yang bebas dari kontaminasi “GAS”.

7. Mewujudkan pelabuhan bebas GAS dan tempat penumpukan peti kemas yang bebas GAS, yaitu dengan berpedoman kepada ISPM No. 10 antara lain:
a. Memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai Pelabuhan bebas “GAS” dan tempat penumpukan peti kemas yang bebas “GAS”.
b. Menerapkan sistem untuk memelihara agar Pelabuhan dan tempat penumpukan peti kemas tersebut dapat dipertahankan bebas “GAS”.
c. Menerapkan sistem audit dan monitoring.
d. Menerapkan sistem identifikasi dan sertifikasi untuk peti kemas.
e. Menerapkan sistem recording.

8. Sebagai pilot project diusulkan lima pelabuhan, yaitu Balai Besar Karantina Tumbuhan Belawan, Balai Besar Karantina Tumbuhan Tanjung Perak, Balai Besar Karantina Tumbuhan Tanjung Priok, Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas, dan Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Makasar.

Program ini dijadualkan 6 bulan sampai dengan 1 tahun sejak program implementasi jangka pendek (Februari s/d Juli 2007), dengan kegiatan meliputi monitoring dan surveilance rutin, recording dan dokumentasi, perlakuan dan pencucian kontainer. Diharapkan dalam kurun waktu tersebut dapat dilakukan evaluasi hasil, program jangka pendek, notifikasi ke AQIS dan verifikasi pelaksanaan ke pihak AQIS untuk dapat meninjau secara langsung kondisi pelabuhan Tanjung Emas beserta sarana dan prasarana yang dimilikinya dan dapat dinilai kelayakannya sebagai Pelabuhan Bebas ”GAS”.

Namun untuk melaksanakan program jangka panjang ini diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dari pihak-pihak yang terkait di dalam/luar Pelabuhan Tanjung Emas untuk memperbaiki sarana dan prasarana ke dan dari pelabuhanan sehingga dapat mendukung terwujudnya Pelabuhan Tanjung Emas bebas dari ”GAS” (GAS Pest Free Area Status for Tanjung Emas Port).






Kegiatan yang dilakukan Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas.

1.2.1. Melakukan pemantauan/survei keberadaan ”GAS” di lingkungan Pelabuhan Tanjung Emas (termasuk terminal peti kemas dan dermaganya) dan di lingkungan tempat penumpukan atau depo container di luar pelabuhan
1.2.2. Melakukan penilaian terhadap dermaga pemuatan dan tempat penumpukan atau depo kontainer yang memenuhi standar yang ditetapkan (fasilitas, lokasi, fisik bangunan, sanitasi bebas ”GAS ”)
1.2.3. Melakukan Pengawasan terhadap pelaksanaan fumigasi yang dilakukan oleh fumigator.
1.2.4. Melakukan pembinaan dan pengawasan implementasi penanganan fumigasi dan sanitasi kontainer dan kargo bebas ”GAS ” terhadap pihak-pihak yang terkait.
1.2.5. Melakukan pencatatan/recording semua kegiatan yang berkenaan dengan penanganan pemantauan / survei keberadaaan ” GAS ” baik dilingkungan Pelabuhan maupun di tempat penumpukan atau depo kontainer.
1.2.6. Melakukan pencatatan/recording terhadap semua kontainer dan kargo yang telah dilakukan fumigasi dan sanitasi dan menyampaikan ke ”GAS” NCC. (Data-data tersebut diperoleh dari pelaporan Fumigator dan pihak terkait lainnya antara lain Perusahaan Pelayaran, Eksportir , TPKS, Perusahaan Depo Kontainer, Forwarding dll.)
1.2.7. Melakukan tindakan karantina tumbuhan atas komoditi media pembawa OPT dengan menerbitkan PC sesuai yang dipersyaratkan oleh negara tujuan/Australia dengan mencantumkan ”Free from GAS”.


No
Sasaran
Lokasi
Instansi Terkait
Kegiatan Yang dilakukan
Keterangan
Waktu
1
2
3
4
5
6
7
1.
Penyatuan persepsi dan tanggung jawab antisipasi pengiriman kontainer atau kar-go bebas GAS ke Australia
Ruang Rapat TPKS
Pemprov/
Pemda Jateng, Adpel Tg. Emas, Pelindo III Cabang
Tg. Emas, TPKS, BKT Tg. Emas, INSA, GPEI, IPPAHMI, Pengusaha DEPO dll
Membahas langkah-langkah antisipasi, wewenang dan tanggung jawab im-plementasi kiriman kon-tainer atau kargo bebas GAS ke Australia serta pembentukan rencana POKJA Sistim Sertifikasi kontainer bebas GAS
Semua pihak ter-kait mendukung implementasi kon-tainer atau kargo bebas GAS (jangka Pendek). Segera dibentuk POKJA Sistim Sertifikasi Kontainer bebas GAS (jangka panjang).
12 Juli 2006 (Pelaksa-
naan Rapat)
01 Agustus 2006 (Imple-
mentasi kontainer atau kargo bebas GAS)
2.
Surat Edaran Ins-tansi/Badan Usaha/Pengusaha terkait dengan imple-mentasi kont. atau kargo bebas GAS di Lingkungan Pelabuhan Tanjung Emas
Pelabuh-an Tanjung Emas
Adpel
Tg. Emas , BKT.
Tg. Emas.
1. Menyampaikan Surat Edaran implementasi kontainer atau kargo bebas GAS di Pela-buhan Tg. Emas kepada Instansi/Badan Usaha/Pengusaha ter-kait dengan implemen-tasi kontainer atau kargo bebas GAS di Lingkungan Pelabuhan Tg. Emas.
2. Melakukan Pengawasan pelaksanaan Perizinan Operasional ke dan dari Pelabuhan Tanjung Emas
1. Segera dilak-sanakan dan diberlakukan di lingkungan Pelabuhan Tg. Emas.






2. Dijadualkan rapat berkala setiap sebulan sekali untuk evaluasi
13 s/d 28 Juli 2006










01 Agustus 2006 (rapat pertama/
evaluasi awal.)
3.
Menyediakan Sarana sanitasi kon-tainer, sarana transportasi di lingkungan lap. Penumpukan, bebas rob
TPKS
TPKS, BKT. Tg Emas
Mebangun Sarana Sanitasi Kontainer Penyemprotan air dengan tekanan tinggi di dermaga dan tempat penumpukan Kontainer, Sarana transportasi /Jalan bebas Rob
1. Segera dilak-sanakan pem-bangunan sarana sanitasi kontainer

2. Menjaga fasilitas penumpukan kon-tainer dan der-maga dari kon-taminasi GAS, tanah, sampah nabati
3. Memperbaiki Jalan bebas rob
12 s/d 30 Juli 2006 . (Sarana sanitasi Kontainer )







01 Agustus 2006 s/d .............. (sarana jalan bebas rob)

4.
Menyediakan tempat Sarana pe-numpukan Kontainer yang sanitasi nya baik, Sa-rana sanitasi kontainer, sarana transportasi di lingkungan lap. Penumpukan, bebas rob
Ling-
kungan Pelabuhan Tg. Emas
Pelindo III Cabang Tanjung Emas, BKT Tg. Emas
Membangun Sarana Sani-tasi Kontainer Penyem-protan air dengan tekanan tinggi di dermaga dan
tempat penumpukan Kon-tainer, Sarana transportasi /Jalan bebas Rob
1. Segera dilak-sanakan pem-bangunan sarana sanitasi kontainer
2. Menjaga fasilitas penumpukan kon-tainer dan dermaga dari kontaminasi GAS, tanah , sampah nabati
3. Menyediakan tempat dan sarana Depo penumpukan Kontainer yang bebas rob/Bebas GAS
4. Memperbaiki Jalan bebas rob
12 s/d 30 Juli 2006 (Sarana sanitasi Kontainer)






01 Agustus 2006 s/d .............. (sarana jalan bebas rob)
5.
Fumigasi sesuai standar yg ditetapkan untuk GAS
Depo Fumigasi yang ditunjuk sbg Instalasi Karantina
Fumigator AFASID/ IPPAHMI, BKT.
Tg. Emas




















1. Fumigator AFASID melakukan pelaksanaan fumigasi sesuai standar AFAS Barantan secara konsisten dan profesional.
2. Menyampaikan Lap . pelaksanaan fumigasi ke BKT Tg. Emas secara lengkap (No.Kont. , Shipper, Nama Kapal, Pelabuhan tujuan) 24 jam setelah pelaksanaan fumigasi
3. BKT Tg. Emas Melakukan Pengawasan dan pembinaan pelaksanaan fumigasi sesuai standar AFAS Barantan
4. BKT Tg. Emas menyampaikan data kont melalui e-mail ke GAS NCC
Dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab oleh
pihak- pihak terkait
01 Agustus 2006

6.
Trailer yang memenuhi standar (ada lantai/dek dan penahan lumpur)

Pengusaha Trucking , ORGANDA, Adpel Dinas Perhubungan
1. Pengusaha trucking mempergunakan trailer yang memnuhi stan-dar (pakai lantai/dek papan/plat baja & pe-nahan lumpur pada roda

2. ORGANDA menyam-paikan SE tentang per-syaratan trailer yg standar dan mem-berikan sanksi pada yang tidak mematuhi
3. Adpel melakukan pe-ngawasan pelaksa-naan operasioal di pe-labuhan Tg. Emas dan memberikan sanksi pada pengusaha truck-ing yang tidak mema-tuhi ketentuan tsb.
4. Dinas Perhubungan melakukan pengawas-an dan memberikan sanksi pada pengusaha trucking yang tidak patuh
Dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab oleh pihak-pihak yang terkait
01 Agustus 2006
7.
Menyiapkan kapal/angkut-an yang standar dan Bay Plan kontainer atau kargo sesuai yang ditetapkan
Di dermaga Pemuatan TPKS
Pengusaha pelayaran / INSA, BKT. Tg. Emas
1. Pengusaha Pelayaran mengatur penempatan kont sesuai Bay plan yang ditetapkan.





2. Pengusaha Pelayaran Menyampaikan dokumen muatan/kont 24 jam sebelum kapal sandar di pelabuhan tujuan (FC, PC, dll) ke GAS NCC di Australia.



3. Pengusaha Pelayaran Menyampaikan do-kumen muatan/kon-tainer ke BKT. Tg. Emas (FC. , Cargo Manifest dll) 24 jam setelah kapal berang-kat.
4. Pengusaha Pelayaran bertanggung jawab atas sanitasi kontainer
selama dalam pela-yaran dan komplain
biaya yang timbul akibat sanitasi kont. Kotor (tanah, GAS, kotoran lain) dari pihak Australia

Bertanggungjawab atas sanitasi kontainer atau kargo yang dimuatnya, penempatan kontainer di stowage kapal sesuai yang ditetapkan (Bay Plan)

Bertanggung ja-wab atas setiap komplain biaya yg dibebankan atas perlakuan/implemen-tasi bebas GAS oleh pihak Australia terhadap kontainer yg kotor (tidak bebas GAS)
Dilaksanakan dgn penuh rasa tang-gung jawab oleh pihak –pihak yg terkait.
01 Agustus 2006


















01 Agustus 2006














5. BKT Tg. Emas me-lakukan pemeriksaan dan pengawasan pe-muatan kontainer di dermaga pemuatan TPKS yang berhu-bungan dengan pener-bitan PC yang diper-syaratkan Australia







01 Agustus 2006
8.
Lingkungan tempat stuffing/
gudang yang sanitasinya baik,
Tempat Stuffing milik Eksportir/
Gudang Pemilik, Instalasi Karantina
Eksportir, EMKL,
BKT
Tg. Emas
1. Eksportir/ EMKL me-nyiapkan tempat
stuffing/Gudang yang memenuhi standar teknis (Lantai dari beton atau aspal, sanitasinya baik)
2. Eksportir/ EMKL melakukan stuffing pada siang hari
3. Eksportir/ EMKL me-menuhi semua per-syaratan pengiriman yang ditentukan Ne-gara tujuan
4. BKT Tg. Emas me-lakukan penilaian tem-pat stuffing/gudang
apakah memenuhi standar kelayakan teknis yang ditetapkan.
5. BKT Tg. Emas mela-kukan pemeriksaan dan pengawasan
stuffing komoditas yang dikirim.
Eksportir/EMKL menjaga Komo-ditasnya bebas GAS atau cemaran lainnya (tanah dsb), Menjaga Sanitasi lingku-ngan tempat stuffing agar selalu memenuhi standar yg ditetapkan.
Dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab oleh
pihak–pihak yg terkait
01 Agustus 2006





9.
Depo penumpukan kontainer yang memenuhi standar sebagai Instalasi Karantina (Bebas GAS)
Depo penum-pukan kon-tainer dan Depo fumigasi yang telah ada
Pengusaha Depo / ASDEKI, BKT.
Tg. Emas
1. Pengusaha Depo me-nyiapkan deponya me-menuhi standar
instalasi karantina (bebas GAS)
2. Pengusaha Depo me-ngajukan penetapan deponya sebagai
instalasi karantina ke Barantan melalui BKT. Tg. Emas.
3. BKT. Tg. Emas mela-kukan pengawasan , penilaian depo yang memenuhi standar sbg instalasi Karantina dan merekomendasikan ke Barantan untuk ditetapkan sbg Instalasi karantina
Melaksanakan ma-nagerial (penga-wasan,pelaksa-
naan, dan keamanan) atas tempat/ lokasi depo dan kontainer sesuai dengan ketentuan dan persyaratan teknis bebas GAS.
Bertanggung Jawab atas sanitasi kontainer (bagian luar dan dalam).
Segera melakukan pengajuan penetapan depo ybs sebagai Instalasi Karantina
1. Untuk pengajuan penetapan Instalasi karantina awal Juli 2006
2. Penilaian Instalasi oleh Barantan awal Agustus 2006
3. Kesiapan Depo untuk sanitasi dan perlakuan kontainer 01 Agustus 2006.
10.







EMKL / GAFEKSI untuk memenuhi prosedur dan tata cara pengiriman komoditas ekspor ke Australia

Pengusaha EMKL/ GAFEKSI
Pengusaha EMKL/ GAFEKSI
utk memenuhi prosedur dan tata cara pengiriman komoditas ekspor ke Australia
Melaksanakan pe-ngiriman ekspor komoditas yang telah dikuasakan dari Eksportir se-suai dengan pro-sedur dan tatacara yang memenuhi persyaratan Ne-gara Tujuan (Australia)
01 Agustus 2006
11.
Pemantauan/ survei GAS di ling-kungan Pelabuhan Tg. Emas
Surveilance GAS yang berke-sinambungan

Pelabuhan Tg. Emas dan depo kontainer di luar pelabuhan
BKT Kls. I
Tg Emas
Melakukan pemantauan GAS di lokasi yang rawan di dalam lingkungan Pela-buhanTanjung Emas (der-maga,gudang, drainase, tempat penumpukan kon-tainer), Depo kontainer diluar pelabuhan.
Dilaksanakan se-suai prosedur pe-mantauan yang berlaku.
Untuk Surveilance akan dilakukan se-cara berkala se-suai prosedur Sur-veilance yang ada.
12 s/d 28 Juli




01 Agustus2006 s/d ......................

12.
Instansi terkait/ Badan Usaha, Swasta dan pelaku Ekspor

BKT Kls. I
Tg. Emas
Penyampaian Surat Edaran tentang Imple-mentasi kontainer atau kargo ke Australia bebas GAS


Penyampaian peraturan, persyaratan pemerintah,maupun peraturan yang berlaku di Negara Tujuan Ekspor (khususnya Australia) komoditas kita.
Implementasi kontainer atau kargo bebas GAS tujuan Australia
Melakukan Tupoksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Melakukan Pengawasan dan Pembinanaan Implementasi jangka pendek dan Jangka panjang Pelabuhan/ Sertifikasi Kontainer bebas GAS
Segera dilak-sanakan dengan cara langsung (rapat/pertemuan dgn pihak terkait) dan melalui surat

Dilakukan oleh Kapus KTdan Pejabat Struktural Lingkup Barantan di BKT Tg. Emas kepada Pihak terkait
26 Juni 2006 s/d 28 Juli 2006




19 Juli 2006
13.
Pengusaha Angkutan Petikemas / Trucking

Dinas Perhubungan Prop. Jawa Tengah
Surat Edaran tentang kewajiban persyaratan truk/trailer pengangkut komoditas ekspor tujuan Australia (Truk/Trailer mempunyai lantai dari papan kayu atau plat baja, ada penahan lumpur/tanah pada rodanya)
Melakukan pengawasan umum atas persyaratan tersebut diatas
Segera dilaksana-kan penyampaian Surat Edaran ke pengusaha Ang-kutan Peti kemas/ Trucking/ ORGANDA

Melakukan penga-wasan umum atas persyaratan ter-sebut di tempat kir kendaraan, dan jembatan timbang
13 s/d 28 Juli 2006






01 Agustus 2006










Memberikan sanksi terhadap Pengusaha Angkutan Peti Kemas/trucking yang tidak mematuhi persyaratan dimaksud
01 Agustus 2006


Tahapan Program Sistem Sertifikasi Kontainer/Kargo Dan Pelabuhan Bebas GAS :
Negoisiasi
proposal program
antara Barantan vs AQIS
Sanitasi
Perlakuan
Pemasangan barrier & umpan
Pencucian kontainer
Monitoring & surveilan rutin
Sanitasi
Perlakuan
Pencucian kontainer
Evaluasi hasil program Notifikasi ke AQIS Verifikasi
Pengumpulan data
- Identifikasi lokasi &
kondisi sanitasi lingkungan
- Survey infestasi hama GAS”

Penyusunan
proposal program pembangunan sistem sertifikasi kontainer/kargo dan pelabuhan bebas “GAS”


Penetapan
proposal menjadi
approved program



Implementasi
program pemb sistem sertifikasi kontainer/kargo & pelabuhan bebas “GAS”


Upaya mempertahankan
kontainer/kargo & pelabuhan
tetap bebas “GAS”



Penetapan status kontainer/kargo dan pelabuhan bebas “GAS”







































ISPM # 15
PERATURAN KEMASAN KAYU DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL


PENDAHULUAN

Penerapan syarat-syarat dan tindakan karantina tumbuhan terhadap kayu, baik secara ilmiah maupun aturan-aturan internasional merupakan suatu hal yang logis dan dibenarkan. Masih banyak negara yang menerapkan persyaratan dan tindakan karantina tumbuhan terhadap kemasan kayu masih bersifat konvensional. Hal ini dapat menghambat kelancaran perdagangan internasional. Untuk mengatasi hal tersebut FAO menetapkan suatu standar sebagai pedoman bagi semua negara anggotanya dalam mengatur syarat-syarat dan ketentuan karantina tumbuhan bagi kemasan kayu yang digunakan dalam perdagangan internasional. Pada bulan Maret 2002 disyahkan ISPM #15 tentang Guidelines for Regulating Wood Packaging Material in International Trade.

Internasional Standar for Phytosanitary Measures (ISPM)# 15 merupakan ketentuan yang mengatur sertifikasi kemasan kayu dalam perdagangan internasional yaitu melalui cara pembubuhan logo (marking) pada kemasan kayu setelah terlebih dahulu mendapat perlakuan dengan pemanasan (heat treatment) atau fumigasi dengan menggunakan methyl bromide. Latar belakang ISPM # 15 adalah upaya agar tidak terjadi pengaturan sepihak dari setiap negara terhadap kemasan kayu sebagai objek pemeriksaan karantina tumbuhan, karena dapat sebagai media pembawa organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang dapat menghambat kelancaran perdagangan internasional.

Sertifikasi dengan pembubuhan logo (marking) tersebut merupakan cara baru dalam sistem sertifikasi karantina tumbuhan internasional yang dikenal saat ini. Berbagai negara di dunia telah memberlakukan ketentuan terhadap kemasan kayu sesuai ISPM # 15. Penerapan secara penuh (full implementation) ketentuan ISPM # 15 oleh negara–negara anggota NPPO (US, Kanada, dan Meksiko) yang akan efektif diberlakukan sejak 1 Pebruari 2006. Dengan demikian setiap pelanggaran atas ketentuan yang berlaku berakibat ditolaknya kemasan kayu yang dipergunakan atau seluruh partai kiriman/consigment (kemasan bersama komoditasnya) dan akan dikenakan denda. Pemberlakuan ketentuan ISPM #15 dengan sanksi yang keras tersebut, diperkirakan akan diikuti oleh negara-negara lain (Uni Eropa, Korea Selatan, Afrika Selatan, Australia, China , dan Selandia Baru) yang telah melakukan uji-coba. Implementasi ketentuan ini harus dapat diantisipasi agar komoditi ekspor Indonesia yang dikemas oleh kemasan kayu dapat diterima di pasar global.

Menyikapi kondisi diatas, Badan Karantian Pertanian sebagai Organisasi Perlindungan Tanaman Nasional (NPPO) telah berperan aktif melakukan registrasi terhadap perusahaan kemasan kayu untuk ditunjuk sebagai pelaksana perlakuan (treatment) dan sertifikasi (marking) terhadap kemasan kayu. Hal tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan ISPM # 15 yang saat ini dilakukan oleh para Auditor Badan Karantina Pertanian. Hingga bulan Nopember 2005 dapat diketahui bahwa 31 perusahaan pengemas kayu telah terakreditasi oleh Badan Karantina Pertanian.

Adapun kendala yang dihadapi dalam mengakselarasi program registrasi ISPM # 15 tersebut antara lain masih terbatasnya pengetahuan dan pemahaman tentang ISPM #15, baik perusahaan kemasan kayu maupun petugas karantina tumbuhan yang bertugas mengawasi dan melakukan pembinaan tentang ISPM # 15. Hal ini disebabkan karena belum memiliki kompetensi penuh tentang standar ISPM # 15, sehingga sangat berdampak kurang optimalnya program registrasi dan sertifikasi yang dilaksanakan perusahaan kemasan kayu yang telah diregistrasi.

1. Sertifikasi adalah pembubuhan logo (marking) pada kemasan kayu sebagai bukti bahwa kemasan kayu tersebut telah melalui proses produksi dan perlakuan sesuai dengan persyaratan yang dipersyaratkan oleh Badan Karantina Pertanian selaku Otoritas Kompeten Progam Registrasi ISPM # 15.
2. Sistem Mutu Perusahaan Kemasan Kayu adalah sistem mutu untuk menjamin kagiatan perlakuan dan sertifikasi yang dilaksanakan perusahaan selalu sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Badan Karantina Pertanian selaku Otoritas Kompeten Progam Registrasi ISPM # 15.
3. Tim Penilai adalah tim yang ditunjuk Ketua Progam Registrasi ISPM # 15 Barantan cq. Kepala Pusat Karantina Tumbuhan, untuk melaksanakan penilaian atas hasil audit yang dilakukan oleh auditor.

A. Prosedur Registrasi

1. Permohonan Registrasi
Permohonan registrasi disampaikan oleh perusahaan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian selaku Ketua Progam Registrasi ISPM # 15 melalui Kepala Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas (Kepala UPT Karantina Tumbuhan setempat). Permohonan dimaksud wajib dicatat tanggal penerimaannya oleh Sekretariat ISPM # 15 Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas dan segera ditetapkan petugas/auditor yang akan melakukan audit kecukupan.

a. Audit Kecukupan
Segera setelah diterimanya surat permohonan dari perusahaan, Kepala Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas (Kepala UPT Karantina Tumbuhan setempat) akan menugaskan auditor Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas sebanyak-banyaknya 2 orang untuk melakukan Audit Kecukupan. Selambat-lambatnya 5 hari kerja setelah diterimanya berkas-berkas tersebut di UPT yang bersangkutan dari pemohon, auditor wajib membuat laporan pemeriksaan tersebut kepada Kepala Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas beserta lampiran-lampiran yang diperlukan. Selanjutnya apabila hasil audit kecukupan menurut auditor tidak/belum sesuai persyaratan ISPM # 15, maka akan diberitahukan oleh Kepala Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas (Kepala UPT setempat) kepada perusahaan tersebut untuk segera melengkapi persyaratan kesesuaian.
Dengan semakin sering terjadi notifikasi atas produk ekspor ke luar negeri dengan ditemuinya perusahaan yang berbadan hukum yang tidak diperkenankan beroperasi di pelabuhan Tanjung Emas, dengan alamat tidak jelas dan tidak sesuai dengan ketentuan ijin usaha dari instansi terkait, serta seringnya ditemui ketidaksesuaian atas persyaratan administrasi lainnya, maka audit kecukupan Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas meliputi beberapa proses kegiatan. Adapun kegiatan tersebut meliputi pemeriksaan atas berkas-berkas dokumen, melakukan wawancara dan pemeriksaan pendahuluan atas kebenaran alamat sesuai dengan peruntukannya maupun kelengkapan persyaratan teknis pokok sesuai dengan prioritasnya (kondisi kantor, kebersihan pabrik, keberadaan workshop maupun peralatan/SDM utama).
Apabila semua berkas permohonan telah lengkap dan memenuhi ketentuan audit kecukupan, selanjutnya Kepala Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas (Kepala UPT Karantina Tumbuhan setempat) akan meneruskan dan merekomendasikan permohonan tersebut kepada Kepala Badan Karantina Pertanian selaku Ketua Progam Registrasi ISPM # 15 Badan Karantina Pertanian.
Akan tetapi, apabila berkas-berkas permohonan belum lengkap, permohonan tersebut harus segera dikembalikan kepada perusahaan yang bersangkutan untuk segera dilengkapi dan apabila hasil pemeriksaan pendahuluan juga belum memenuhi persyaratan maka pemohon wajib membuat pernyataan dan bersedia untuk melengkapinya. Semua proses penerimaan dan pengembalian berkas permohonan wajib dilakukan dengan tatacara administrasi yang baik (pencatatan penerimaan/pengembaliannya, kosistensi maupun ketepatan waktu pelaksanaannya).
b. Audit Kesesuaian
Audit Kesesuaian terhadap perusahaan dilakukan oleh auditor atas perintah Kepala Badan Karantina Pertanian selaku Ketua Progam Registrasi ISPM # 15 up. Kepala Pusat Karantina Tumbuhan. Jumlah auditor disesuaikan dengan beban pekerjaan audit yang akan dilaksanakan, akan tetapi paling sedikit berjumlah 2 (dua) orang. Audit dilakukan dengan meneliti berkas-berkas permohonan, serta peninjauan secara langsung fasilitas perusahaan untuk mengetahui kelengkapannya. Hasil audit dilaporkan oleh auditor kepada Kepala Badan Karantina Pertanian selaku Ketua Progam Registrasi ISPM # 15 ub. Kepala Pusat Karantina Tumbuhan melalui Kepala Balai Karantina Tumbuhan setempat, selambat-lambatnya 10 hari kerja setelah selesainya kegiatan audit awal yang diketahui oleh Pimpinan Perusahaan dimaksud .

c. Penilaian Hasil Audit Registrasi
Kepala Badan Karantina Pertanian selaku Ketua Progam Registrasi ISPM # 15 ub. Kepala Pusat Karantina Tumbuhan setelah menerima laporan hasil audit awal, menugaskan Tim Penilai untuk melakukan penilaian atas laporan tersebut. Tim penilai berjumlah ganjil, paling sedikit terdiri dari 3 (tiga) orang. Laporan hasil penilaian disampaikan oleh Tim Penilai kepada Kepala Badan Karantina Pertanian selaku Ketua Progam Registrasi ISPM # 15 selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah diterimanya laporan hasil pemeriksaan di kantor pusat,.
Apabila dalam sidang Tim Penilai menemukan hal-hal yang meragukan, maka dapat dilakukan audit verifikasi. Rencana pelaksanaan audit verifikasi beserta alasannya akan diberitahukan kepada perusahaan pemohon sebelum pelaksanaan audit verifikasi oleh Kepala Badan Karantina Pertanian ub. Kepala Pusat Karantina Tumbuhan melalui Kepala UPT setempat. Tatacara audit verifikasi sebagaimana ketentuan yang ditetapkan dalam pelaksanaan audit kecukupan dan audit awal.

d. Pengambilan Keputusan
Keputusan atas permohonan registrasi ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian selaku Ketua Progam Registrasi ISPM # 15 setelah mempertimbangkan saran dari Tim Penilai. Adapun keputusan yang diambil dapat berupa :

1. Penolakan;
2. Penundaan; atau
3. Persetujuan terhadap permohonan registrasi.
Kepada perusahaan yang ditolak atau ditunda permohonan registrasinya akan diberikan Surat Penolakan/Penundaan Permohonan Registrasi. Kepada perusahaan yang disetujui permohonan registrasinya, diterbitkan Sertifikat yang mencantumkan Nomor Registrasi Perusahaan. Keputusan permohonan registrasi dari Kepala Badan Karantina Pertanian disampaikan kepada Kepala Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas (Kepala UPT setempat) selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja dan akan diteruskan oleh Kepala UPT kepada perusahaan pemohon selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah diterimanya keputusan tersebut. Sertifikat berlaku selama satu tahun dan dapat diperpanjang untuk masa tiga tahun, demikian selanjutnya, dengan ketentuan dapat ditinjau kembali atau dicabut sewaktu-waktu apabila di kemudian hari ternyata perusahaan tidak dapat memenuhi persyaratan.

B. Audit Surveillance dan Audit Investigasi (Audit Evaluasi dan Monitoring)

1. Audit Surveillance
Terhadap perusahaan yang telah diregistrasi Barantan, dilakukan Audit Surveillance secara rutin enam bulan sekali. Audit Surveillance dimaksudkan untuk memeriksa konsistensi perusahaan dalam memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Penugasan Tim auditor surveillance ditetapkan oleh Kepala Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas (Kepala UPT setempat) maksimal 2 (dua) orang, terhadap satu hingga 3 perusahaan pengemas kayu sekaligus. Auditor wajib menyampaikan laporan hasil audit surveillance kepada Kepala Barantan melalui Kepala Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah selesainya dilakukan audit tersebut untuk segera disampaikan kepada Kepala Barantan yang selanjutnya disampaikan kepada pimpinan perusahaan.
Hasil Audit Surveillance dapat berupa :
a. Sertifikat registrasi tetap berlaku.
b. Perusahaan diperintah untuk melakukan tindakan perbaikan atas temuan ketidaksesuaian dalam jangka waktu yang ditentukan. Apabila perusahaan tidak dapat melakukan tindakan perbaikan dalam waktu yang ditentukan maka sertifikatnya dapat dibekukan.
c. Pembekuan registrasi dalam kurun waktu tertentu sampai perusahaan dapat melakukan tindakan perbaikan atas temuan ketidak-sesuaian.
d. Pencabutan registrasi.

2. Audit Investigasi
Audit Investigasi dapat dilaksanakan sewaktu-waktu apabila ada indikasi kuat bahwa perusahaan kemasan kayu yang telah diregistrasi melakukan pelanggaran yang serius terhadap persyaratan-persyaratan yang ditetapkan dalam Pedoman ini. Laporan tersebut dapat berasal dari pejabat POPT Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas yang menemui ketidaksesuaian/pelanggaran di lapangan dan informasi yang akurat lainnya, yaitu dengan menugaskan tim auditor oleh Kepala Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Tanjung Emas Kepala UPT setempat). Tata cara, bentuk surat tugas dan laporan audit surveilan sebagaimana yang dipergunakan untuk audit surveillance dengan mengganti surveillance dengan audit investigasi.
Hasil audit investigasi dapat berupa :
a. Sertifikat registrasi tetap berlaku.
b. Perusahaan diperintah untuk melakukan tindakan perbaikan atas temuan ketidak-sesuaian dalam jangka waktu yang ditentukan. Apabila perusahaan tidak dapat melakukan tindakan perbaikan dalam waktu yang ditentukan maka sertifikatnya dapat dibekukan.
c. Pembekuan registrasi dalam kurun waktu tertentu sampai perusahaan dapat melakukan tindakan perbaikan atas temuan ketidak-sesuaian.
d. Pencabutan Registrasi.

C. Tindakan Perbaikan, Pembekuan dan Pencabutan Registrasi

1. Tindakan Perbaikan
Tindakan perbaikan dilakukan apabila dari hasil audit surveillance atau hasil audit investigasi ditemukan adanya penyimpangan oleh perusahaan. Perusahaan harus melakukan tindakan perbaikan dalam waktu yang telah disepakati secara tertulis. Hasil tindakan perbaikan yang dilaksanakan oleh perusahaan dilaporkan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian selaku Ketua Progam Registrasi ISPM # 15. Setelah menerima laporan tersebut, Kepala Badan Karantina Pertanian akan memerintahkan auditor untuk melaksanakan verifikasi. Laporan hasil verifikasi dari auditor akan dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan lebih lanjut.

2. Pembekuan Registrasi
Pembekuan registrasi dilakukan apabila :
a. Dari hasil audit surveillance atau audit investigasi ditemukan adanya penyimpangan yang sifatnya serius (berpengaruh langsung terhadap jaminan mutu sertifikasi/marking kemasan kayu yang dilakukan perusahaan).
b. Perusahaan tidak melakukan tindakan perbaikan atas temuan ketidaksesuaian dalam jangka waktu yang telah disepakati.
Pembekuan registrasi akan berakibat perusahaan yang bersangkutan tidak diperbolehkan melakukan kegiatan sertifikasi (marking) atas kemasan kayu sampai pembekuan tersebut dicabut dan registrasi dinyatakan berlaku kembali. Pemberlakuan kembali registrasi yang telah dibekukan dilakukan setelah perusahaan terbukti dapat melaksanakan tindakan perbaikan atas temuan yang menjadi penyebab dikenakannya tindakan pembekuan tersebut. Pembekuan dan pencabutan pembekuan tersebut akan diberitahukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian selaku Ketua Progam Registrasi ISPM # 15.

3. Pencabutan Registrasi
Pencabutan registrasi dilakukan apabila setelah 3 (tiga) kali dibekukan, perusahaan masih melakukan kesalahan yang sama seriusnya dengan kesalahan sebelumnya yang mengakibatkan pembekuan registrasi perusahaan tersebut. Perusahaan yang dicabut registrasinya tidak dapat diregistrasi ulang dan nomor registrasi yang dicabut tidak dapat dipergunakan lagi. Pencabutan registrasi tersebut akan diberitahukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian selaku Ketua Progam Registrasi ISPM # 15.

D. Pernyataan Kesanggupan (Compliance Agreement)
Perusahaan yang disetujui permohonan registrasinya harus membuat pernyataan kesanggupan (compliance agreement), bahwa perusahaan tersebut sanggup memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam melaksanakan kegiatannya sebagai pelaksana sertifikasi (marking) ISPM # 15 terhadap kemasan kayu. Pernyataan tersebut harus dibuat di atas kertas bermeterai dan ditandatangani oleh pimpinan puncak (top management) dari perusahaan yang bersangkutan.

E. Biaya
Biaya-biaya yang diperlukan dalam rangka keikutsertaan suatu perusahaan kemasan kayu dalam Progam Registrasi maupun pelaksanaan ISPM # 15 ini menjadi tanggungjawab perusahaan yang bersangkutan. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam UU No 16 Tahun 1992 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 maka setiap pelaksanaan pengawasan perlakuan yang dilakukan petugas karantina tumbuhan, maka perusahaan yang bersangkutan wajib dipungut biaya imbalan jasa (PNBP) maupun fasilitas bagi petugas yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

F. Cabang Perusahaan
Pada prinsipnya, sesuai dengan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang dimiliki, setiap perusahaan kemasan kayu yang telah diregistrasi oleh Kepala Badan Karantina Pertanian untuk menerapkan ketentuan ISPM # 15 dapat melakukan usahanya/membuka cabang di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Namun demikian, cabang perusahaan yang bersangkutan harus memiliki sumber daya dan fasilitas yang sama dengan perusahaan induknya untuk melaksanakan kegiatannya yang meliputi, sekurang-kurangnya :
1. Memiliki minimal tiga orang staf/personil yang terdiri dari masing-masing satu orang tenaga dibidang sistem mutu dan pest management (sebagai pengawas sistem mutu), tenaga yang menguasai bidang pengemasan dan palletizing, serta tenaga di bidang administrasi (dokumentasi dan recording).
2. Memiliki (dapat berupa milik sendiri, sewa, atau kontrak) gedung kantor dengan domisili/alamat yang jelas.
3. Memiliki akses ke fasilitas heat treatment (kiln dryer) yang telah diuji kemampuannya untuk melakukan perlakuan/treatment sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
4. Memiliki akses ke fasilitas fumigasi yang memenuhi standar Skim Audit Fumigasi (SAF) Barantan. Hal ini dapat dapat dilakukan oleh cabang perusahaan yang bersangkutan melalui kerjasama dengan fumigator lokal yang telah memiliki nomor registrasi SAF Barantan (No. AFASID). Nomor registrasi SAF Barantan hanya berlaku untuk wilayah tertentu, oleh karena itu nomor registrasi tersebut tidak dapat digunakan untuk beroperasi di wilayah lain (misalnya nomor registrasi yang telah diberikan kepada suatu perusahaan fumigasi yang berdomisili di Jakarta, tidak dapat dipergunakan oleh cabang perusahaan tersebut di Propinsi Jawa Tengah).
5. Memiliki Sistem Kendali Mutu yang sama dengan perusahaan induknya.
6. Memiliki sarana lainnya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan perusahaan, seperti workshop, sarana transportasi, perlengkapan kantor dan lain-lain.
Perusahaan yang akan membuka cabang di suatu daerah, harus melaporkan rencana pembukaan cabangnya Kepala Badan Karantina Pertanian melalui Kepala UPT Karantina Pertanian setempat dengan menyerahkan :
1. Copy Surat/Sertifikat Persetujuan Registrasi dari Badan Karantina Pertanian
2. Copy akta pendirian cabang perusahaan atau dokumen lainnya yang diakui sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
3. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) cabang perusahaan.
4. Ijazah terakhir Penanggungjawab Teknis pada cabang perusahaan.
5. Sertifikat Kompetensi Pelatihan ISPM # 15 Penanggungjawab Teknis cabang perusahaan.
6. Struktur Organisasi Cabang Perusahaan.
7. Pedoman Sistem Mutu Cabang Perusahaan.
8. Copy NPWP Cabang Perusahaan.
9. Copy Surat Keterangan Domisili dan/atau SITU Cabang Perusahaan.
10. Data/keterangan tentang sumber daya dan fasilitas yang tersedia pada cabang perusahaan yang bersangkutan sebagaimana tersebut diatas.
11. Contoh cap (marking) ISPM # 15 yang akan dipergunakan oleh cabang perusahaan yang bersangkutan.
Kepada cabang perusahaan akan diberikan surat persetujuan untuk melakukan kegiatannya oleh Kepala Badan Karantina Pertanian apabila :
1. Semua persyaratan dan sumber daya serta fasilitas sebagaimana tersebut di atas telah dipenuhi.
2. Cap (marking­) yang akan dipergunakan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan, termasuk sistem pengamanannya.
Cabang perusahaan yang beroperasi di suatu daerah wajib menyampaikan laporan secara berkala kepada Kantor Karantina Tumbuhan setempat atas kegiatan yang dilaksanakannya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Yang dimaksud secara berkala yaitu perusahaan wajib melaporkan setiap melaksanakan perlakuan sehari sebelum perlakuan dilaksanakan, dan wajib menyampaikan laporan bulanan sebagai rekapan pelaksanaan perlakuan. Selain itu cabang perusahaan yang akan beroperasi di suatu daerah juga wajib memenuhi ketentuan peraturan-perundangan yang menjadi wewenang instansi lain yang berlaku atas kegiatan usaha yang akan dilaksanakannya di daerah yang bersangkutan (seperti izin gangguan AMDAL apabila dipersyaratkan di daerah yang bersangkutan).
STANDAR FUMIGASI DAN SKIM AUDIT FUMIGASI


LATAR BELAKANG

Pada era globalisasi, Karantina Pertanian merupakan bagian dari instrumen perdagangan internasional yang memiliki peran strategis dalam peningkatan kualitas dan daya saing produk pertanian. Sebagai institusi pemerintah, Badan Karantina Pertanian berupaya memfasilitasi untuk menghilangkan salah satu hambatan terhadap produk pertanian yang memasuki pasar global yaitu dengan menerapkan Standar Fumigasi dan Skim Audit Fumigasi. Penerapan Standar Fumigasi dan Skim Audit Fumigasi dilakukan terhadap operator fumigasi yang terakreditasi dan nantinya akan diberikan Nomor Registrasi (No. AFASID) oleh Badan Karantina Pertanian.
Dengan adanya penerapan Skim Audit Fumigasi diharapkan hasil pelaksanaan fumigasi dapat dipertanggungjawabkan dan sertifikat fumigasi yang diterbitkan lebih dapat dipercaya dan diterima oleh negaran lain. Semua kegiatan fumigasi terhadap komoditas ekspor, impor serta antar pulau yang dilaksanakan oleh fumigator ber-AFASID dijamin mutu kerjanya oleh Badan Karantina Pertanian. Hal ini secara ekonomis akan memberikan dampak positif bagi komoditasnya maupun bagi usaha fumigasinya.

TUJUAN

Tujuan pelaksanaan kegiatan fumigasi sesuai standar Badan Karantina Pertanian adalah agar semua fumigator Indonesia dalam melaksanakan kegiatan fumigasi terhadap komoditas ekspor, impor maupun antar pulau sesuai standar yang berlaku secara internasional.

SASARAN

Sasaran pelaksanaan kegiatan fumigasi sesuai standar Badan Karantina Pertanian adalah untuk meningkatkan kualitas produk ekspor yang berdaya saing tinggi di pasaran internasional serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan perkarantinaan.

LANDASAN HUKUM

1. Pasal 10 UU No.16/1992
Tindakan karantina dilakukan petugas karantina berupa pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan.
Dapat dipahami bahwa tindakan karantina tumbuhan, antara lain perlakuan (termasuk fumigasi) menjadi wewenang/kompetensi petugas karantina tumbuhan

2. Pasal 72 PP No.14/2002
a. Tindakan karantina tumbuhan dapat dilakukan oleh pihak ketiga di bawah pengawasan petugas karantina tumbuhan;
b. Tindakan karantina tumbuhan sebagaimana disebut dalam ayat (1) yaitu pemeriksaan fisik, pengasingan, pengamatan, perlakuan dan/atau pemusnahan;
c. Ketentuan lebih lanjut tentang syarat dan tata cara pelaksanaan tindakan karantina tumbuhan oleh pihak ketiga ditetapkan oleh Keputusan Menteri Pertanian.
3. Pasal 14 Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 38/1990
a. Perlakuan terhadap tanaman (termasuk hasil tanaman dan/ atau bibit tanaman) dilakukan oleh petugas karantina tumbuhan atau oleh pihak lain yang memenuhi syarat yang ditentukan;
b. Dalam hal perlakuan dilakukan oleh pihak ketiga, pihak tersebut harus memenuhi ketentuan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Pusat Karantina Pertanian (dibaca Badan Karantina Pertanian) dan pelaksanaannya dibawah pengawasan petugas karantina tumbuhan.

4. Kesepakan Kerjasama Badan Karantina Pertanian dengan AQIS yang ditandatangani pada tanggal 6 Maret 2002.

5. Surat Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No. 20/Kpts/PD.540.210/L/2/04 tanggal 17 Pebruari 2004 tentang Pemberlakuan Skim Audit Fumigasi Badan Karantina Pertanian.



DAMPAK POSITIF IMPLEMENTASI SKIM AUDIT FUMIGASI

Implementasi Skim Audit Fumigasi akan berdampak positip terhadap pengembangan promosi komoditas pertanian Indonesia, antara lain :
1. Meminimalkan resiko biaya akibat dikenakannya full inspection dan re-fumigasi di negara tujuan.
2. Mempercepat proses penanganan barang di pelabuhan tujuan. Di Australia, komoditas yang difumigasi oleh fumigator ber-AFASID akan dibebaskan dari kewajiban pemeriksaan rutin dan hanya dilakukan secara random (3%).
3. Dengan adanya Skim Audit Fumigasi maka mutu pelayanan fumigator menjadi lebih baik sehingga dapat meningkatkan mutu sanitasi produk ekspor yang nantinya akan melancarkan kegiatan ekspor produk Indonesia ke negara lain.


















PENERIMAAN PERMOHONAN (UPT)

PENUNJUKAN AUDITOR

PENGIRIMAN BERKAS PERMOHONAN KE KANTOR PUSAT

KAJI ULANG PERMOHONAN (UPT)
PEMBERITAHUAN KEPADA PEMOHON




PELAKSANAAN PENILAIAN LAPANGAN

DITOLAK, DITERIMA, DITUNDA

KEPUTUSAN HASIL REGISTRASI

PEMBAHASAN HASIL PENILAIAN

PELAPORAN
Tata Alir Registrasi Skim Audit Fumigasi

PERSYARATAN KARANTINA TUMBUHAN
UNTUK PEMASUKAN BUAH DAN ATAU SAYURAN BUAH SEGAR


Latar belakang :
1. Untuk melindungi sentra sentra produksi buah dan sayuran buah segar di Indonesia
2. Untuk melindungi usaha petani buah dan sayuran buah segar
3. Untuk mencegah masuknya berbagai lalat buah yang dapat menurunkan produktivitas buah dan sayuran buah segar
4. Untuk mencegah masuknya buah dan sayuran buah segar yang berkualitas rendah
5. Untuk menghindari ditolaknya ekspor buah dan sayuran buah segar Indonesia di luar negeri
6. Untuk meningkatkan intensitas dan efektivitas pengawasan dan tindakan karantina tumbuhan

Jenis OPTK lalat buah dari luar negeri antara lain :
Anastrepha fraterculus (Wied)
Anastrepha ludens (Loew)
Anastrepha obligua
Anastrepha serpentina
Anastrepha suspensa
Bactrocer philipinensis
Bactrocera caryeae
Bactrocera ciliatus
Bactrocera curvipennis
Bactrocera depressa
Bactrocera jarvisi (Tryon)
Bactrocera kandiensis
Bactrocera kinabalu
Bactrocera passiflorae (Frog
Bactrocera psidii
Bactrocera pyrifolia
Bactrocera tryoni (Frog)
Bactrocera tsuneonis
Ceratitis capitata (Wied)
Ceratitis cerasi
Ceratitis cosyra (Wlk)
Ceratitis punctata
Ceratitis quinaria
Ceratitis rosa Karsch
Rhagoletis cerasi
Rhagoletis cingulata (Loew)
Rhagoletis fausta Osten Sacken
Rhagoletis pomonella (Walsh)
Rhagoletis pornia (Welder)
Rioxa pornia (Welder)
Toxotrypana curvicauda
Dengan diterbitkannya Permentan Nomor 37 Tahun 2006 tentang Persyaratan Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Buah-buahan dan Sayuran Buah Segar ke Wilayah RI diharapkan dapat :

Meningkatkan daya saing buah-buahan dan sayuran buah segar produksi lokal atau nasional
Buah-buahan dan sayuran buah segar yang dimasukkan ke wilayah negara Republik Indonesia memiliki kualitas baik
Mampu mempertahankan status Indonesia sebagai negara yang bebas dari infestasi berbagai jenis lalat buah yang terdapat di luar negeri sebagaimana tercantum dalam Lampiran Permentan 37 Tahun 2006
Mempertahankan daya saing ekspor buah-buahan dan sayuran buah segar produksi nasional ke negara lain
Mendorong pelaku usaha agribisnis untuk mengembangkan produksi buah-buahan dan sayuran buah segar di dalam negeri, meningkatkan kesempatan kerja serta kesejahteraan petani


Sertifikat Kesehatan Tumbuhan yang diterbitkan
oleh instansi Karantina Tumbuhan di negara transit
berupa Phytosanitary Certificate (PC) for Re-Export dilampiri dengan PC asli atau fotokopi PC dari negara asal yang dilegalisir
oleh pejabat yang berwenang di negara asal / negara transit

Dilengkapi dengan
Sertifikat Kesehatan Tumbuhan
dari negara asal dan transit

Melalui tempat-tempat pemasukan
yang ditetapkan



Dilaporkan dan diserahkan kepada
Petugas Karantina Tumbuhan
di tempat-tempat pemasukan
untuk keperluan tindakan karantina tumbuhan